PIMPINAN PUSAT ‘AISYIYAH
‘AISYIYAH PUSAT

Siti Bariyah menjabat sebagai ketua Hoofdbestuur Muhammadiyah Bahagian Aisyiyah sejak periode 1917-1920.

Siti

Bariyah


Khatib Amin Masjid Besar Yogyakarta yang tidak lain adalah K.H. Ahmad Dahlan telah mendirikan sebuah perkumpulan pengajian wanita pertama di kampung Kauman, bersama istrinya, pada tahun 1914. Perkumpulan pengajian wanita ini bermula dari tiga gadis Kauman yang menuntut ilmu di sebuah sekolah Belanda, Neutraal Meisjes School Ngupasan, atas anjuran Khatib Amin. Pada tahun 1913. Mereka adalah Siti Bariyah, Siti Wadingah, dan Siti Dawimah. Selain sekolah umum, mereka juga mengenyam pendidikan agama lewat pengajian Sopo Tresno yang nantinya menjadi cikal-bakal organisasi Aisyiyah.

Langkah K.H. Ahmad Dahlan yang menganjurkan anak-anak wanita di Kauman masuk sekolah umum masih sulit diterima oleh masyarakat setempat. Apalagi jika seorang wanita harus ke luar kampung untuk masuk sekolah yang dipimpin oleh orang Belanda. Meskipun mendapat kecaman, K.H. Ahmad Dahlan tetap teguh mendidik mereka. Dalam tradisi Jawa kuno, status wanita diungkapkan lewat pepatah, “suwargo nunut, neroko katut.” Tradisi Jawa memang masih menganggap wanita berada di bawah status pria. Pandangan yang demikian tidak hanya manifes dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga merambah pada pemahaman keagamaan.

Pada tahun 1917, setelah mendapatkan kader-kader wanita yang dipandang memiliki kecakapan di bidang kepemimpinan, Hoofdbestuur Muhammadiyah menggelar rapat pembentukan Bahagian Aisyiyah (Sopo Tresno). Pertemuan dihadiri oleh K.H. Ahmad Dahlan, H. Fachrodin, H. Mochtar, dan Ki Bagus Hadikusuma. Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah yang masing-masing masih berusia belasan tahun hadir mewakili kelompok Sopo Tresno. Dalam pertemuan ini, akhirnya nama yang disepakati adalah Aisyisyah, pemberian nama ini dinisbatkan kepada istri Nabi saw yang bernama Siti Aisyah.

Dalam proses pembentukan Bahagian Aisyiyah, Siti Bariyah, lulusan Sekolah Netral, dipercaya sebagai ketua pertama. Adapun struktur pertama Hoofdbestuur Muhammadiyah Bahagian Aisyiyah adalah sebagai berikut:

Ketua : Siti Bariyah, Penulis : Siti Badilah, Bendahari : Sitti Aminah Harowi, Pembantu : Nj. H. Abdullah, Nj. Fatimah Wasool, Siti Dalalah, Siti Wadingah, Siti Dawimah, Siti Busyro.

Cukup menarik dalam proses pembentukan struktur pertama Hoofdbestuur Muhammadiyah Bahagian Aisyiyah ini. Walaupun tidak hadir, Siti Bariyah justru ditunjuk sebagai ketua atas kecakapannya. Siti Bariyah binti Haji Hasyim Ismail, lahir di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1325 H. Ia merupakan salah satu putri Lurah Keraton Yogyakarta, Haji Hasyim Ismail, yang menjadi motor penggerak reformasi Islam yang dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan. Sebagai putri Haji Hasyim Ismail, Bariyah bersaudara dengan Jasimah (Bu Jusak), H. Syuja’, H. Fachrodin, Ki Bagus H. Hadikusumo, H. Zaini HS, Siti Munjiyah, dan Siti Walidah.

Aktivis Sopo Tresno lulusan Neutraal Meisjes School di Ngupasan mendapat amanat sebagai ketua pertama Hoofdbestuur Muhammadiyah Bahagian Aisyiyah periode 1917-1920. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan (1927), Siti Bariyah kembali terpilih sebagai ketua Aisyiyah. Begitu juga dalam dua kongres berikutnya (1928-1929).

Siti Bariyah meninggal dunia dalam usia relatif muda. Tetapi namanya telah tercatat dengan tinta emas bahwa dialah president (ketua) pertama Hoofdbestuur Muhammadiyah bahagian Aisyiyah.


Tokoh Inspiratif lainnya

Siti Aisyah

Hilal

Dalam pertemuan antara tokoh-tokoh Muhammadiyah dengan beberapa gadis Kauman pada tahun 1917, anak ini memang tidak tampak. Umurnya memang masih belia. Walaupun tak terlihat, tetapi gadis ini bakal menduduki posisi ketua organisasi wanita Islam perta .

Read More

Siti

Munjiyah

Rintisan Nyai Ahmad Dahlan dan suaminya pada tahun 1913, yaitu setahun pasca berdiri Muhammadiyah, telah membuahkan hasil. Gadis-gadis di Kauman yang mereka sekolahkan telah tumbuh dewasa. Mereka menguasai baik ilmu pengetahuan agama serta umum. Read More

Siti Badilah

Zubair

Setahun tahun setelah mendirikan Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan—Khatib Amin—terus mendorong para gadis di Kauman untuk masuk ke sekolah Belanda. Tiga gadis yang mengawali tradisi baru di kampung Kauman ialah Siti Bariyah, Siti Wadingah, dan Siti .

Read More

Nyai Ahmad Dahlan

Siti Walidah

“Kalau berani datang lagi ke Banyuwangi akan disambut pukulan sehingga pulangnya menjadi mayat dan istrinya diperbudak!” Terlontar ancaman pada K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Dampak psikologis tak hanya dirasakan olehnya namun juga sang .

Read More

Siti

Hayinah

Siti Hayinah Mawardi lima kali didaulat menjadi ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, yaitu pada tahun 1946, 1953, 1956, 1959, dan 1962. Sebelum mendapat amanat sebagai Ketua Umum, Siti Hayinah Mawardi sudah barkali-kali terlibat aktif dalam kepengurusan .

Read More

Siti

Umniyah

Terhitung sejak tahun 1914, pasca peralihan jabatan Hoofdpenghulu dari Mohammad Khalil Kamaludiningrat ke Mohammad Kamaludiningrat atau Kyai Sangidu, gerakan Muhammadiyah mulai memasuki bangsal priyayi. Bangsal yang sebelumnya dianggap tabu dikunjung .

Read More

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

(QS. Ali 'Imran: 104)

Jl. Menteng Raya No. 62, 10340, Jakarta Pusat Telp/Faks: 021-3918318
Jl. Gandaria I/1, Kebayoran Baru, 12140, Jakarta Selatan Telp/Faks: 021-7260492
Jl. KH. Ahmad Dahlan Nomor 32, 55161, Yogyakarta Telp/Fax: 0274-562171 | 0274-540009