Sebuah Refleksi Menyongsong Jambore Nasional I Jamaah Tani Muhammadiyah
Oleh: Wahyudi Nasution (*)
Al-Qur’an mengabadikan kisah Nabi Yusuf as bukan hanya sebagai cerita penuh hikmah tentang kesabaran, keikhlasan, dan kemenangan seorang hamba, melainkan juga sebagai pelajaran besar dalam tata kelola kehidupan. Salah satu bagian terpenting adalah ketika Yusuf menakwilkan mimpi Raja Mesir tentang tujuh sapi gemuk dimakan tujuh sapi kurus, serta tujuh bulir gandum hijau dan tujuh bulir gandum kering. Dari mimpi itu lahirlah sebuah kebijakan pangan yang mampu menyelamatkan sebuah bangsa dari krisis besar.
Strategi yang ditawarkan Nabi Yusuf sederhana namun visioner: bekerja keras menanam selama masa subur, menyimpan hasil panen dalam bulirnya agar awet, menghemat konsumsi, dan mendistribusikan cadangan pangan secara adil ketika masa paceklik datang. Tidak ada yang instan, tidak ada yang serba cepat, semua bertumpu pada kesabaran, perencanaan, dan kedisiplinan. Yusuf menekankan bahwa kemakmuran hari ini bukan untuk dihabiskan, melainkan ditabung untuk menyelamatkan masa depan.
Kisah ini memberi kita cermin yang jernih. Manusia modern sering terjebak dalam budaya konsumtif: ketika panen melimpah, kita berfoya-foya; ketika surplus, kita memboroskan; ketika krisis, kita panik dan menyalahkan keadaan. Padahal, Yusuf mengajarkan prinsip foresight—kemampuan melihat jauh ke depan—dan menyiapkan cadangan sejak dini. Ia menolak mentalitas “makan hari ini, besok urusan nanti.” Ia menanam kesadaran bahwa sebuah bangsa tidak akan selamat hanya dengan produksi yang banyak, tetapi dengan manajemen yang bijak.
Jika kita tarik ke masa kini, pelajaran Yusuf terasa semakin relevan. Krisis pangan global mengintai akibat perubahan iklim, konflik geopolitik, dan kerusakan ekologi. Pertanyaannya: apakah kita sudah menyiapkan strategi sebagaimana Yusuf? Apakah petani kita diberdayakan untuk menanam lebih banyak? Apakah kita punya lumbung-lumbung pangan yang dikelola dengan adil? Atau kita justru bergantung pada impor, berharap hujan emas dari negeri lain, sementara ladang sendiri terbengkalai?
Di sinilah Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam) mencoba melanjutkan jejak peradaban itu. Para petani adalah garda terdepan dalam urusan pangan, dan Jatam hadir untuk mengorganisasi mereka agar tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi menjadi jamaah yang kuat, saling menopang, dan mampu membangun ekosistem pangan berkeadilan.
Jambore Nasional I Jatam yang akan digelar di Kebumen pada 19–21 September 2025 adalah momentum bersejarah. Bukan sekadar pertemuan, melainkan pernyataan tekad bahwa petani Muhammadiyah siap mengambil inspirasi dari strategi Yusuf: memproduksi dengan sungguh-sungguh, menyimpan dengan cerdas, dan mendistribusikan dengan adil.
Di tengah ancaman krisis pangan global, Jatam ingin menunjukkan bahwa umat Islam, khususnya Muhammadiyah, punya jawaban yang membumi. Bukan sekadar wacana di seminar, tetapi kerja kolektif di sawah, ladang, dan kebun. Jatam ingin menegaskan bahwa membangun kedaulatan pangan tidak bisa diserahkan pada pasar global, melainkan harus tumbuh dari jamaah, dari lumbung-lumbung kecil, dari gotong-royong yang terorganisasi.
Sebagaimana Yusuf mengingatkan Mesir untuk menyimpan gandum dalam bulirnya, Jatam pun mengingatkan bangsa ini agar jangan tergoda memboroskan hasil bumi, apalagi menjual murah ke tengkulak lalu membeli kembali dengan harga tinggi dari luar negeri. Kedaulatan pangan bukanlah mimpi kosong, tetapi hasil dari kesadaran kolektif dan keberanian mengelola masa depan dengan disiplin.
Maka, Jambore Nasional I Jatam di Kebumen tidak hanya harus dilihat sebagai kegiatan seremonial, tetapi sebagai penegasan “Gerakan Yusufian” dalam tubuh Muhammadiyah: gerakan yang mengantisipasi krisis dengan ilmu, dengan organisasi, dan dengan keringat para petani yang berjamaah menuju kedaulatan pangan bangsa.
Dengan penuh syukur dan sukacita, kami menyambut kehadiran seluruh peserta Jambore Nasional I Jamaah Tani Muhammadiyah di Kebumen. Semoga forum bersejarah ini menjadi ladang ilmu, lahan silaturahmi, dan titik tolak gerakan besar menuju kedaulatan pangan bangsa. Dari Mesir ke Kebumen, dari Yusuf ke Jatam— kita teguhkan tekad bersama:
Daulat Pangan Untuk Indonesia Berkemakmuran.
(*) MPM PP Muhammadiyah, Ketua Panitia Jambore Nasional I Jatam