Beretika Digital dengan Bener, Pener, Pinter
“Teknologi maju sangat pesat, kita tidak bisa melawannya tetapi kita bisa mengendalikannya,” hal tersebut disampaikan oleh Siti Syamsiatun, anggota Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PPA), serta pakar Ilmu Sosial Gender dan Keislaman dalam Webinar Literasi Digital : Cerdas Berkemajuan.
Acara yang dilaksanakan secara hybrid pada Ahad (19/9) ini merupakan kerjasama LPPA PPA, LPPA Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini diikuti oleh lebih dari 1200 lebih peserta warga ‘Aisyiyah se-wilayah DIY yang merupakan pegiat pendidikan anak usia dini.
Di awal pemaparannya Syamsiatun mengajak para peserta mengingat pesan nabi yakni “Bahwa aku di bangkitkan adalah untuk menyempurnakan perilaku-perilaku, etika yang mulia.” Menurutnya pesan Nabi untuk berakhlakul karimah ini harus terus dipegang termasuk saat ini di mana kita berada di dunia serba digital. Syamsiatun menjelaskan bahwa etika digital penting untuk dipahami untuk dapat mengatur bagaimana bersikap dan berperilaku serta mengatur batasan yang boleh dan tidak dilakukan di ranah digital.
Menurut Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi di UIN Sunan Kalijaga ini, dalam Islam sendiri sudah ada aturan terkait penyebaran informasi dan Muhammadiyah sudah menerbitkan panduan Fikih Informasi. Yakni ada etika atau akhlak bagaimana kita menerima dan menyebarkan informasi. Serta perlu verifikasi untuk klarifikasi dan tabbayun. “Dalam dunia digital jika kita menerima informasi dari sumber yang belum terpercaya maka kita harus melakukan tabbayun.” Urgensi check and recheck atau tabayun dalam Islam ini menurut Syamsiatun tergambar dari spirit yang diajarkan al-Qu’ran dalam surat al Hujurat ayat 6.
Jejak Digital
“Dunia digital itu tanpa emosi, tanpa rasa, kita sebagai orang yang mengendalikan harus menjaga sensitifitas menjaga respek kepada orang lain, juga kesadaran,” ujar Syamsiatun. Menurutnya kita harus menjadi manusia yang menggunakan digital dengan empati, dengan sensitifitas, memiliki respek, memiliki kesadaran dengan lingkungan kita.
Ia menekankan agar setiap pengguna dunia digital dapat menjaga kesadaran dirinya sehingga tidak menyakiti orang lain karena apa yang dikomentari, apa yang diunggah itu akan meninggalkan jejak. “Jejak digital sangat sulit kita hapus, jejak digital itu konsekuensinya panjang, apa yang kita tulis, apa yang kita unggah akan berdampak pada reputasi kita, apakah reputasi kita buruk atau baik,” paparnya.
Syamsiatun mengajak para keluarga terutama harus dapat mendampingi anak-anak mereka dalam menggunakan dunia digital dengan baik serta benar karena masa depan anak-anak masih sangat panjang dan aktivitas di dunia digital dapat mempengaruhi masa depan mereka. “Di ‘Aisyiyah itu ada istilah kita harus bener, pener, pinter, mungkin ada info benar tapi disampaikan disaat tidak tepat dan juga cara yang tidak tepat maka menjadi tidak baik.”
Oleh karena itu, apa yang dapat kita lakukan di dunia digital ? Syamsiatun menyebut bahwa semua harus mampu menyebarkan pesan yang mencerahkan sehingga dapat memberikan dmapak positif bagi kehidupan.
Ancaman Kemajemukan dan Kebangsaan
Mariana Ulfah, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) juga menekankan pentingnya cek dan ricek dalam penyebaran informasi di dunia digital. Terlebih bagi bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan. Dalam materi yang disampaikannya terkait Budaya Digital, ia menyoroti ancaman kemajemukan dan kebangsaan yang dapat muncul di dunia digital yakni. Pertama, Kurangnya nalar kritis yang memunculkan percaya kepada hoaks dan hatespeech hingga dianggap sebagai kebenaran. Kedua, Keraguan yang muncul karena banyaknya informais yang masuk. Ketiga, Pengabaian karena fokus pada diri sendiri serta selalu melakukan pembenaran bukan mencari kebenaran.
Ancaman ini menurutnya dapat diatasi jika masyarakat memiliki karakter penerima kemajemukan yang ditandai dengan sadar akan perbedaan sikap watak, kemudian menghargai orang lain, berpikir positif, menyaring apa yang akan di unggah, serta bersikap baik dalam grup, konten, maupun komen.
Siti Zulaihah, Ketua PWA DIY dalam pengarahannya menyampaikan bahwa seiring kemajuan jaman maka teknologi terus digunakan di berbagai bidang. “Mau tidak mau tidak dapat kita pungkiri kita harus memanfaatkan teknologi untuk mempermudah tugas kita dan dalam memanfaatkannya diperlukan sebuah sikap yaitu kecerdasan dalam memanfaatkan teknologi.” Ia berharap pelatihan ini dapat diikuti dengan serius oleh peserta sehingga dapat bermanfaat serta dapat diterapkan dalam keseharian para peserta serta mendukung peran peserta dalam bidang pendidikan. (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!