Manfaatkan Posisi Strategis, Remaja Masjid Dapat Berperan Sebagai Agen Perubahan
“Sebagai generasi muda, remaja memiliki posisi strategis karena pada tahun 2020-2035 Indonesia memiliki bonus demografi dan teman-teman remaja pada saat itu akan berada pada usia produktif.” Hal tersebut disampaikan oleh Tri Hastuti Nur Rochimah, Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dalam kegiatan Pendidikan Literasi Media Bagi Remaja Masjid di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Ahad (17/7) di ruang pertemuan Gedung DPD RI DIY.
Dalam kegiatan yang merupakan kerjasama Pusat Studi Muhammadiyah dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (KEMENKO PMK RI) ini Tri melanjutkan bahwa 64% dari penduduk Indonesia yang saat ini berusia remaja memiliki peluang strategis sebagai dukungan ketersediaan SDM usia produktif. “Ini merupakan windows opportunity atau peluang yang sangat besar untuk kita semua dan artinya ini menjadi PR dan tanggung jawab yang sangat besar bagi remaja masa kini,” terang Tri.
Menurut Tri, remaja bahkan memiliki dua posisi strategis lainnya, yakni sebagai agen perubahan (agent of change) di komunitas masing-masing. Kemudian yang ketiga di era digital, sebagai generasi Z remaja merupakan citizen dan netizen di era ini. Bahkan Tri menyebutkan bahwa remaja usia 13-18 tahun merupakan kelompok dengan penetrasi internet paling tinggi di Indonesia yakni sebesar 99.16% berdasarkan data pada 2021-2022.
Posisi strategis tersebut harus disadari remaja dan harus dapat meningkatkan kapasitas dirinya agar jangan sampai kalah dalam dinamika era digital. Tri menyebutkan di era digital ini banyak tantangan yang harus diketahui dan diatasi oleh remaja Indonesia. Antara lain maraknya kekerasan berbasis online, hoax dan fake news, pornografi, dominasi islam literal di dunia digital, keamanan dunia digital, dan sebagainya.
Untuk mengatasi dan menjawab tantangan tersebut remaja masjid sebagai salah satu komunitas yang ada di remaja dapat menunjukkan perannya. Tri menyebut bahwa remaja masjid dapat menyebarkan pesan-pesan perdamaian karena perbedaan identitas, SARA, maupun perbedaan pandangan politik. Remaja masjid juga dapat menjadi agent of change sebagai netizen yang mempromosikan berbagai isu.
Berbicara secara daring dihadapan puluhan remaja masjid dari area DIY, Tri Haryanto, Asisten Deputi Literasi, Inovasi, dan Kreativitas Kemenko PMK menyampaikan bahwa Kemenko PMK berupaya mewujudkan manusia yang berkualitas dan berdaya saing melalui tiga layanan pilar SDM yakni layanan dasar dan perlindungan sosial, produktivitas, dan pembangunan karakter. Dalam pembangunan karakter ini salah satu yang dilakukan adalah terkait gerakan revolusi mental.
Inti dari Gerakan Revolusi Mental disebut Tri Haryanto adalah merubah cara pikir, cara bekerja, cara hidup masyarakat Indonesia. “Sehingga kita kembali ke nilai luhur budaya kita melalui tiga nilai yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong,” terang Tri.
Salah satu hal yang menjadi keprihatinan adalah bahwa data indeks keberadaban Indonesia yang paling rendah se-Asia Tenggara yakni pada peringkat 29 dari 32 negara. Oleh karena itu menurutnya literasi tertib bermedia sosial diperlukan dan perlu upaya bersama untuk mengatasi hal tersebut, mulai dari pemerintah, dari masyarakat termasuk tokoh agama juga remaja-remaja masjid. “Tugas kita bagaimana mengubah sebagai individu kemudian menyebarkan nilai-nilai kepada sekitar apalagi ini diikuti remaja masjid yang kegiatanya banyak dan menjadi corong di masyarakat sehingga diharapkan mampu menyebarkan virus-virus positif kepada masyarakat.”
Melalui kegiatan ini Kemenko PMK berharap ada cara baru bagaimana menangulangi pemanfaatan media sosial ke arah negatif sehingga kita memiliki index keberadaban media sosial lebih positif. “Dan adik-adik remaja bisa mengaplikasikan apa yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari untuk diri, keluarga, dan masyarakat sekitar,” ungkap Tri Haryanto.
Direktur Pusat Studi Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan menyampaikan bahwa media digital dan remaja sangatlah erat kaitannya bahkan menjadi sebuah keniscayaan. Keberadaan media disebut Bachtiar melekat dan kerap kali dijadikan sebagai medium oleh remaja untuk mengekspresikan identitasnya. Tidak terkecuali remaja yang kesehariannya beraktivitas di masjid, atau yang sering disebut sebagai remaja masjid.
Melalui kegiatan ini, Pusat Studi Muhammadiyah mendorong remaja untuk memiliki keadaban digital atau kesalehan digital. Remaja masjid diajak untuk lebih adaptif dan menampilkan konten-konten yang tidak menimbulkan SARA, fitnah, pencemaran nama baik, dan perilaku negatif lain.
Kegiatan ini berkepentingan untuk mengubah mentalitas remaja masjid ketika berinteraksi di media sosial. Kesalehan sosial merupakan output dari kepentingan ini, kata Bachtiar, hal ini selaras dengan program besar yang dimiliki oleh Kemenko PMK. Selain itu, kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan remaja masjid dalam berdakwah di media digital.
“Ini untuk melakukan peningkatan kapasitas remaja masjid dalam berdakwah di media sosial, di dunia digital. Bagaimana bisa menampilkan dakwah yang lebih progresif lagi di dunia maya, jadi tidak hanya berdakwah dari mimbar ke mimbar,” ucapnya. (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!