SIGAB Indonesia : ‘Aisyiyah Sudah Lakukan Inklusifitas dalam Kebijakan Internal Kelembagaan
“Yang sangat menarik yang saya temukan di ‘Aisyiyah sudah mengembangkan bagaimana mendorong lahirnya paralegal-paralegal yang memiliki perspektif perempuan, anak, dan disabilitas.” Hal tersebut disampaikan oleh Purwanti dari SIGAB Indonesia dalam Diskusi Penguatan Isu GEDSI yang dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah pada Rabu (6/7/2022).
Dalam acara bertajuk ‘Lensa GEDSI dalam Pengelolaan Program,’ , Purwanti menyebut bahwa perempuan dan anak dengan disabilitas memiliki tingkat rawan kekerasan yang tinggi oleh karena itu sudah semestinya kawan-kawan perempuan dengan disabilitas dan anak-anak dengan disabilitas mendapatkan perlindungan yang lebih. Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan inklusifitas dalam setiap kelembagaan yang ada.
Terdapat enam poin yang menurutnya dapat diterapkan untuk menumbuhkan inklusifitas dalam kelembagaan. Pertama, Visi, misi, strategi, nilai nilai yang dikembangkan lembaga harus mengedepankan kesetaraan dan hak asasi manusia. Kedua, Kebijakan internal kelembagaan. Purwanti menyebut bahwa SIGAB Indonesia selama ini sudah sering bekerjasama dengan ‘Aisyiyah melakukan pendampingan di beberapa wilayah dan sangat senang sekali melihat kerja dakwah ‘Aisyiyah yang sangat inklusif. “Kemudian juga dikembangkan ke kurikulum pendidikan bagaimana mencegah kekerasan, bagaimana membangun perspektif gender dalam kelembagaan, bagaimana membangun perspektif disabilitas, sampai bagaimana panti-panti memberikan perlindungan dan memberikan kesempatan kepada kawan-kawan dengan disabilitas untuk berada di sana bahkan hingga memberikan pendidikan.”
Ketiga, Isu isu strategis yang menjadi keberpihakan lembaga. “Ini sangat penting sekali merumuskan isu-isu strategis yang merumuskan kebijakan lembaga.” Keempat, Jaringan kemitraan lembaga adalah terkait bagaimana membangun inklusifitas di jaringan kelembagaan kita. “Saya lihat kegiatan di kawan-kawan ‘Aisyiyah sudah melibatkan organisasi disabilitas, organisasi peremmpuan, kelompok paguyuban masyarakat sipil yang lain dan ini menurut saya sangat baik.”
Kelima, Sumberdaya manusia yang handal dan profesional. SDM yang handal dan profesional mneurutnya adalah salah satu strategi untuk mengembangkan atau memberikan progam pelatihan untuk meningkatkan kapasitas SDMnya. “Belajar tentang disabilitas, inklusifitas ini sangat penting, bagaimana peningkatan capacity building dalam kelembagaan terutama mengacu pada isu strategis sesuai kebijakan lembaga. Keenam, Rencana strategis. Ketujuh, Aksesibilitas dan akomodasi yang layak. “Hal ini terkait dengan bagaimaana ketika kita melibatkan kawan-kawan dengan disabilitas dalam setiap program kelembagaan kita dan mengedepankan aksesibiltas serta akomodasi yang layak.”
Lebih lanjut, Purwanti juga mendorong agar tercapainya mainstreaming atau pengarusutamaan terkait disabilitas. Pertama, Perubahan cara pandang (prespektif dan meanstreaming disabilitas).Kedua, Data pilah tentang disabilitas dan assessement disabilitas secara komperhensif. Ketiga, Partisipasi penuh dan bermakna penyandangdisabilitas dalam keluarga, masyarakat, pembangunan, pemerintahan, politik, penyusunan kebijakan, dll. Keempat, Kebijakan pro disabilitas. Kelima, Program pembangunan dan penganggaran berbasis HAM disabilitas. Keenam, Aksesibilitas dan akomodasi yang layak. Ketujuh, Penghapusan diskriminasi, stereotipe, ekploitasi, kekerasan, dll. Kedelapan, Penegakan hukum yang berkeadilan bagi penyandang disabilitas. Kesembilan, Pemenuhan HAM disabilitas di segala aspek kehidupan.
Mainstreaming tersebut menurut Purwanti haruslah mengingat kata kunci dari Inklusi yakni. I: Identifikasi, N: Naikkan kesadaran, K : Kembangkan akses dan kemandirian, L : Libatkan, U : Arus Utama, S : Setara, dan I : Ingat perhatikan kebutuhan khusus individu. (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!