Indonesia Perlu Waspada Hadapi Isu Global dan Isu Matinya Demokrasi
Indonesia harus optimis tetapi juga waspada menghadapi dinamika global dan isu-isu global. Hal tersebut menjadi perhatian Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah), Haedar Nashir dalam webinar Moderasi Indonesia untuk Dunia: Peran Strategis Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dalam Mendukung Kepemimpinan Indonesia di Tingkat Global yang dilaksanakan secara daring pada Senin (15/11) bahwa
Dalam acara yang merupakan kerjasama Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Amanat Institute ini Haedar menyebut bahwa Indonesia harus optimis dalam kehidupan bernegara karena menurut prediksi para ahli di tahun 2030 akan menjadi negara dengan kategori ukuran ekonomi terbesar kelima di dunia bersama dengan Tiongkok, Amerika, India, dan Jerman. Akan tetapi menurutnya banyak hal yang perlu dikonsolidasikan dan akselerasikan dengan berbagai isu global yang mau tidak mau berkaitan dengan peran Indonesia dalam kehidupan global ke depan.
Haedar juga menyebutkan beberapa isu besar dunia yang juga harus menjadi perhatian Indonesia yakni recovery pasca pandemi, isu demokrasi, globalisasi yang berdampak besar pada relasi dan kekuatan antar negara, revolusi scientific yang berkaitan dengan digitalisasi global yang dapat menjadi peluang maupun tantangan, agenda SDGS, serta isu perubahan iklim.
Terkait isu demokrasi, Haedar mewanti-wanti akan munculnya kematian demokrasi. “Asumsi kematian demokrasi muncul bahwa kematian demokrasi tidaklah berada di tangan rezim militer tetapi justru akan berada di tangan para pemimpin negara yang non militer tetapi membajak demokrasi.” Salah satu tanda dari kondisi ini disebut oleh Haedar adalah munculnya demokrasi semu.
Haedar juga mencontohkan isu terakhir di Indonesia terkait Permendikbudristek yang jika tidak kita kelola dengan baik akan menajadi probelm baru di mana kekuatan sipil tidak kalah otoriternya dengan kekuatan militer jika dibangun di atas oligarki.
Dalam kancah internasional, walaupun Muhammadiyah sebagai kekuatan civil society dan organisasi modern Islam terbesar di Indonesia berada pada ranah makro dan value, tetapi Haedar ingin menyuarakan usulannya untuk peran dan posisi Indonesia di kancah global yang menurutnya perlu diakselerasi.
Pertama, Haedar menyebut bahwa Indonesia perlu memperkuat peran yang lebih progresif di ASEAN. “Kalau perannya datar-datar saja maka kita akan diambil peluang oleh negara lain,” tuturnya. Ia mencontohkan misalkan Indonesia jangan taken for granted dalam hubungan Indonesia dengan Tiongkok. “Apalagi memposisikan kita sebagai objek, mungkin saya terlalu berterus terang tapi tidak apa-apa, ini untuk bangsa,” ujarnya.
Kedua, Haedar menyebut bahwa posisi Indonesia di kawasan Australia dan Pasifik maka harus memiliki relasi yang bagus dengan negara di kawasan tersebut. Begitu juga menurutnya dengan negara Arab. “Karena Indonesia negara Muslim terbesar di dunia, maka perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan perdamaian diantara dunia-dunia Islam tetapi juga peran ekonomi yang betul bisa membawa dampak positif bagi kepentingan Indonesia. Hal lain yang menjadi pesan dari Haedar Nashir adalah jangan membiarkan kelompok informal negara menjalin hubungan dengan Israel. (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!