Peran Keluarga dalam Pembentukan Pribadi Islami
Keluarga memiliki peran dalam pembentukan pribadi Islami seseorang. Hal tersebut terkemuka dalam Pengajian Ramadan 1443H yang dilaksanakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Kamis (7/4/2022). Dalam sesi bertema Membangun Religiusitas Islami yang Mencerahkan dalam Keluarga di Era Disrupsi, Susilaningsih, Ketua Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah menyampaikan bahwasannya setidaknya keluarga memiliki tiga peran penting.
Pertama, keluarga memiliki peran sentral dalam proses pembentukan dan pengembangan pribadi Islami yang mencerahkan. Kedua, keluarga perlu memiliki pemahaman tentang esensi dari kepribadian Islam yang mencerahkan, proses dan karakter perkembangan usia anak dan remaja, strategi yang tepat. Ketiga, keluarga harus mampu memahami dan mengantisipasi terhadap adanya penghambat perkembangan pribadi Islami bagi anak dan keluarga, serta mampu menemukan jalan keluarnya.
Susilaningsih juga menyampaikan pada era disrupsi yang terjadi sekarang ini, selain memberikan manfaat tapi juga menyisakan dampak negatif dan pekerjaan rumah sendiri bagi perkembangan anak dan remaja. Maka diperlukan peran orang tua dalam memperhatikan dan memilih konten yang cocok untuk dinikmati dan masuk dalam pembelajaran anak agar tidak menghambat perkembangan dan menimbulkan masalah lainnya.
Dalam Qur’an, telah eksplisit tertuliskan dasar teologis peran orangtua dalam konteks ini. Yakni QS at-Tahrim [66]: 6, Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Sedangkan dalam hadis Nabi Muhammad Saw disampaikan “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (potensi berislam). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah R.A.).
“Dasar-dasar kepribadian Islam harus beriman (bertauhid) dan beribadah kepada Allah. Kemudian sensitivitas sosial dan kasih sayang pada sesama dan kemampuan mengelola kebutuhan biologis/material dan mengendalikan dorongan ketamakan (greediness & egoistic). Ketamakan adalah sumber dari sifat dan sikap ingin menang sendiri, merasa benar sendiri, dan suka mendiskreditkan orang lain,” jelas Susi.
Lebih lanjut, Susi menyampaikan beberapa hal penting terkait pembentukan pribadi Islam dalam konteks keluarga. Pertama, pemberian nilai-nilai Islam yang benar/lurus (bersumber dari al-Qur’an dan Hadis Shahih atau Hasan), tepat usia. Kedua, sikap dan perilaku kedua orang tua sebagai model/contoh. Ketiga, pendekatan kasih sayang dalam proses mendidik. Keempat, proses pengasuhan yang tepat. Kelima, pendampingan ayah/ibu pada waktu-waktu tertentu baik untuk usia anak maupun remaja. Keenam, suasana keluarga yang harmonis. Ketujuh, pemilihan lembaga pendidikan yang tepat. Kedelapan, pemilihan kawan sebaya dalam pergaulan. Kesembilan, terhindar dari pengaruh negatif dari lingkungan dan media sosial.
Susilaningsih juga mengimbau para orang tua untuk menghindari pola asuh permisif dan banyak bersosialisasi dengan kegiatan memberi dan berbagi. Ia meminta orang tua agar membiasakan diri membangun komunikasi yang positif dan mencontohkan hal-hal baik kepada anaknya karena sikap dan perilaku orangtua adalah sebagai model bagi anak-anaknya. “Biasakan memuji dan menghargai orang lain. Biasakan meminta maaf kalau bersalah. Kembangkan rasa empati dan kasih sayang antar teman. Memberikan pujian kepada anak sekedarnya saja, dan tidak membanding-bandingkan.”
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!