Delapan Nilai Utama Muhammadiyah Hingga Berumur Lebih Satu Abad
Persyarikatan Muhammadiyah kini telah berusia 109 tahun. Eksistensi Muhammadiyah tak lepas dari delapan nilai utama yang hidup dan menjadi jiwa seluruh pegiatnya. Delapan nilai utama itu bahkan dinilai telah menjadi tradisi adiluhung/linuhung Muhammadiyah. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam acara Milad dan pembukaan Rapimwil PWM Jawa Barat, Selasa (7/12). ” ungkap Haedar.
Nilai pertama adalah value, atau al-qiyam al-fadhilah. Yaitu nilai utama yang terkait erat dengan ‘ashariyah atau the power of now yang berangkat dari Surat Al-‘Ashr. Menurut Haedar, Al-Qaradhawi mengartikan ‘ashariyah sebagai modernity, sementara Muhammad Abduh mengartikannya sebagai “berada di ruang dan waktu, dan berbuat terbaik dengannya”.
“Nilai selalu ingin hadir di tengah zaman, mengubah zaman dan membangun zaman itu dengan kemajuan. Maka tidak heran surat Al-‘Ashr diajarkan selama delapan bulan oleh Kiai Ahmad Dahlan padahal suratnya singkat,” kata Haedar.
Nilai kedua adalah pemuliaan manusia. Dengan nilai ini Muhammadiyah sejak awal berdiri memuliakan perempuan dengan cara mendorong mereka keluar dari kungkungan tradisi patriarki untuk ikut bergerak aktif membangun masyarakat.
“Kiai Dahlan mengubah itu. Perempuan boleh berdakwah, perempuan harus jadi pendidik, bahkan perempuan jadi intelektual, dokter, presiden, menteri. Itu dibuka oleh Kiai Dahlan dan (ide) itu tidak belajar dari manapun. Belajar dari Islam,” ungkapnya.
Nilai ketiga adalah persaudaraan (ukhuwah). Muhammadiyah menurut Haedar selalu berusaha menjadi titik temu di antara perbedaan yang ada.
Nilai keempat adalah welas asih. Muhammadiyah menurutnya berusaha mewujudkan pengamalan Al-Ma’un dengan jalan yang moderat dan inklusif.
Nilai kelima adalah etos kerja. Orang-orang Muhammadiyah dikenal gemar bekerja dan sedikit bicara. Bukti dari etos ini adalah berdirinya banyak amal usaha Muhammadiyah.
“Apalagi ‘Aisyiyah itu, ‘Aisyiyah itu (saya) sudah capek ngawasinya. Yang dipikirkan organisasi terus. Itu yang dipikirkan dari bangun tidur sampai tidur kembali organisasi,” puji Haedar.
Nilai keenam adalah tauhid yang pro kemanusiaan. Dengan nilai ini, Muhammadiyah menurut Haedar tidak berdiri untuk dirinya sendiri, tapi untuk semaksimal mungkin memberi kebermanfaatan pada orang lain.
Nilai ketujuh adalah nilai ilmiah dan keilmuan. Orang Muhammadiyah menurutnya dikenal cerdas, berilmu, dan memiliki kata yang sejalan dengan tindakan.
Nilai kedelapan adalah nilai peradaban. Muhammadiyah berusaha menerjemahkan Islam sebagai agama peradaban dan berupaya hidup menjadi umat terbaik (khairu ummah).
“Nah nilai-nilai dalam tradisi besar ini harus kita kapitalisasi. Harus kita reproduksi, harus kita daur ulang dan kita re-aktualisasikan di tengah zaman saat ini dan ke depan ketika semua hal sudah banyak berubah dan ketika kita sekarang sudah memiliki banyak hal yang tidak dimiliki oleh Kiai Ahmad Dahlan yang dulu serba terbatas,” pesan Haedar.
“Jadi sekarang kalau kita punya banyak kemudahan, maka manfaatkan untuk re-aktualisasi nilai-nilai besar itu yang kemudian kita sebut sebagai nilai utama,” pungkasnya.
Sumber : muhammadiyah.or.id
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!