Penguatan Komunitas dan Keluarga, Kunci Penting Pencegahan Kekerasan
Penguatan komunitas dan ketahanan keluarga adalah dua isu yang menjadi kata kunci penting bagi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal tersebut diungkapkan oleh Rita Pranawati, dari Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah dalam kegiatan Konsolidasi Pimpinan Wilayah dan Daerah ‘Aisyiyah Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
“Karena kasus kekerasan itu yang bisa kita cegah awalnya adalah dari keluarga dan bagaimana lingkar komunitas itu dapat menjadi lingkar yang menyelamatkan jika terjadi kekerasan dalam keluarga atau kerentanan dalam konteks ketangguhan keluarga,” terang Rita.
Dalam acara yang berlangsung secara daring pada Jum’at (14/1/2022) ini Rita menyebut bahwa masyarakat menghadapi situasi yang semakin hari semakin tidak mudah karena tantangan pandemi, juga kehadiran teknologi yang membawa berbagai dampak baik positif maupun negatif, serta terjadinya perubahan sosial.
Selain itu Rita juga menyoroti berbagai problem ketangguhan keluarga yang terjadi di masyarakat. Ia menyebut bahwa angka perceraian naik 3% pertahun, hanya 33.8% keluarga yang memiliki informasi tentang pengasuhan, terdapat 3 dari 100 balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak, angka perkawinan usia anak yang masih cukup tinggi 10.32%, dan berbagai permasalahan lain.
“Isu keluarga itu luar biasa, kerentanan keluarga itu luar biasa tinggi di masa pandemi naiknya dua kali lipat. Begitu keluarga rentan, dampaknya jelas ke anak,” tutur Rita yang juga merupakan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Perkembangan teknologi serta penggunaan gawai tanpa literasi teknologi bagi orang dewasa maupun anak-anak juga menjadi salah satu isu yang disampaikan oleh Rita. Ia menyebut kekerasan saat ini tidak hanya dilakukan dengan bertemu langsung tetapi juga secara online. “Hari ini kekerasan tidak lagi harus bertemu, tetapi juga online, dan itu menimpa anak-anak kita dan dalam hal ini korban semakin sulit diidentifikasi apalagi jika anak-anak.”
Oleh karena itu sangat miris sekali Rita menyebut bahwa berdasarkan data, 79% anak tidak mendapatkan informasi tentang aturan penggunaan gawai. Hal ini tentu semakin memperbesar kemungkinan anak menjadi korban kekerasan seksual berbasis online.
Di tengah tingginya angka kekerasan seksual ini, Rita mendorong agar para kader ‘Aisyiyah seperti di GACA (Gerakan ‘Aisyiyah Cinta Anak) maupun di Posbakum (Pos Bantuan Hukum) ‘Aisyiyah untuk dapat semakin merapatkan barisan melakukan pencegahan maupun pertolongan kepada korban kekerasan sesuai kapasitanya masing-masing.
Rita menyebutkan berbagai situasi menyebabkan tidak semua korban kekerasan seksual berani melapor. Kondisi seperti stigmatisasi, traumatik, gangguan psikososial, relasi kuasa yang timpang, relasi yang sangat dekat menjadi beberapa kondisi yang disebut Rita membuat korban kekerasan tidak berani melapor. Akan tetapi bagi Rita ‘Aisyiyah harus tetap dapat memberikan dukungan bagi korban. “Sumber daya ‘Aisyiyah bisa dimanfaatkan secara holistik dalam konteks rehabilitasi korban dan mendukung korban pada aspek-aspek yang tidak dapat dilakukan organisasi lain.” (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!