‘Aisyiyah Dorong Pemahaman KUHP Baru untuk Penguatan Layanan dan Bantuan Hukum Berkeadilan
JAKARTA – Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah bekerjasama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Posbakum ‘Aisyiyah Jakarta menyelenggarakan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tema “Memahami Paradigma Baru Hukum Pidana Nasional untuk Penguatan Pelayanan dan Bantuan Hukum Berkeadilan.”
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada pengurus MHH serta pengelola Posbakum ‘Aisyiyah di seluruh Indonesia terkait substansi dan filosofi KUHP nasional, sekaligus memperkuat kapasitas mereka dalam menghadapi perubahan paradigma hukum pidana.
Ketua MHH PP ‘Aisyiyah, Henni Wijayanti, dalam sambutannya menyampaikan bahwa keberlakuan KUHP nasional merupakan langkah monumental dalam sejarah hukum Indonesia.
“Setelah satu abad lebih kita menggunakan KUHP warisan kolonial Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië, kini bangsa Indonesia memiliki hukum pidana nasional yang lahir dari jiwa bangsa sendiri, berakar pada nilai-nilai Pancasila, kemanusiaan, dan keadilan sosial,” ujar Henni.
Henni menjelaskan, paradigma baru KUHP tidak hanya menitikberatkan pada aspek penjeraan dan retributive justice, tetapi juga menumbuhkan semangat restorative justice yang berorientasi pada pemulihan hubungan sosial, penghargaan terhadap korban, dan perbaikan perilaku pelaku. “Nilai-nilai ini sejalan dengan prinsip Islam yang menegakkan keadilan dan rahmah atau kasih sayang,” lanjutnya.
Ia menegaskan, MHH dan Posbakum ‘Aisyiyah di seluruh tingkatan memiliki peran strategis dalam mensosialisasikan nilai-nilai KUHP baru, terutama karena ‘Aisyiyah memiliki kepedulian terhadap perlindungan perempuan, anak, dan kelompok rentan.
“Perubahan sistem hukum pidana bukan hanya urusan negara, tapi juga panggilan moral bagi masyarakat sipil, termasuk ‘Aisyiyah, untuk memastikan hukum benar-benar menjadi alat keadilan, bukan alat kekuasaan,” tegas Henni.
Menurutnya, melalui sosialisasi ini, peserta diharapkan mampu memahami perbedaan mendasar antara KUHP lama dan baru, serta implikasinya terhadap layanan bantuan hukum yang dijalankan ‘Aisyiyah. Tujuan kegiatan ini juga mencakup peningkatan kapasitas hukum bagi pengurus dan paralegal, penguatan nilai keadilan sosial dan gender, serta sinergi antar Posbakum ‘Aisyiyah dalam mendukung penerapan hukum yang berkeadilan.
Sementara itu, Ketua PP ‘Aisyiyah, Masyitoh Chusnan, memberikan apresiasi kepada Majelis Hukum dan HAM atas penyelenggaraan kegiatan ini.

“Agenda sosialisasi ini sangat strategis dan mendesak. Jika warga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tidak memahami undang-undang baru ini, bisa terjadi salah tafsir dan multi tafsir, yang akan berdampak pada kegiatan pendampingan hukum yang kita lakukan,” ujarnya.
Masyitoh menambahkan bahwa pimpinan ‘Aisyiyah memiliki tujuh karakter yang salah duanya adalah karakter amaliah shalihah dan bersikap inklusif. Dalam setiap kiprah dakwah dan pelayanan sosialnya karakter ini tentu harus mewarnai Gerakan ‘Aisyiyah salah satunya dalam pendampingan keadilan bagi masyarakat.
“Kita dituntut untuk menjadi yang terbaik amalnya, dalam rangka mengangkat harkat dan martabat perempuan serta bangsa Indonesia, terutama dalam memperjuangkan keadilan, karena keadilan adalah tombak dan sasaran utama dakwah kita,” tandasnya.

Melalui kegiatan ini, ‘Aisyiyah berharap dapat memperkuat perannya sebagai pelaku perubahan dalam membangun kesadaran hukum masyarakat, serta memastikan bahwa penerapan KUHP nasional benar-benar berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah Riki Perdana, Hakim Yustisial Mahkamah Agung RI; Septa Candra, Akademisi FH UMJ; Heny Indrawati, Penyuluh Madya BPHN RI.


