Jelang Pemilu 2024, ‘Aisyiyah Terus Dorong Keterwakilan Perempuan
YOGYAKARTA – Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PP ‘Aisyiyah) menggelar webinar ‘Aisyiyah Update: Mengawal Keterwakilan Perempuan Penyelenggara Pemilu yang Bermakna pada Kamis (19/01/23). Acara ini disebut Siti Syamsiatun selaku Ketua LPPA PP ‘Aisyiyah merupakan salah satu bentuk perhatian ‘Aisyiyah untuk kelangsungan berdemokrasi di Indonesia.
‘Aisyiyah sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan yang sudah tumbuh berkembang sebelum kemerdekaan disebut Syamsiatun memiliki komitmen terhadap kehidupan kebangasaan tidak dapat diragukan dan dipertanyakan. Melalui kajian ini ‘Aisyiyah mendorong masyarakat sipil yang diwakili oleh ‘Aisyiyah untuk dapat mengisi pemilu.
Syamsiatun juga menyampaikan harapannya untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Kami ingin KPU dapat menjadi penjaga gawang dari proses pemilu yang baik, berkeadaban, berkemajuan, sehingga dia menjadi pemilu yang bermakna, subtantif, berkemajuan, berkeadilan utamanya bagi perempuan dan masyarakat yang terpinggirkan,” ungkap Syamsiatun.
Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini saat menyampaikan pemaparan “Mewujudkan Kehidupan Kebangsaan yg Bermartabat dan Berkeadilan Melalui Penyelenggara Pemilu yang Berintegritas” menyebutkan perhatian bagi penyelenggaraan pemilu adalah hal yang mutlak. “Penyelenggara Pemilu dengan berbagai peraturan semakin diusahakan mendapat perhatian yang lebih baik untuk mencapai demokrasi di Indonesia yang harapanya mewujudkan kehidupan bangsa, kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang berkemajuan, atau Indonesia yang berkemajuan,” terangnya.
Noordjannah menyebutkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh penyelenggaraan Pemilu yang berkeadaban adalah adanya politik pragmatis, politik uang yang sangat memprihatinkan, oligarki politik, orientasi kekuasaan yang sangat kuat sehingga segala cara ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan tersebut.
“Saat kondisi masyarakat hedonis materialistis maka tawaran di dalam pemilu juga akan mengarah ke sana, ada transaksiaonal, ada politik uang. Tetapi tugas bagi kita, Muhammadiyah ‘Aisyiyah beserta komponen lain adalah menguatkan, meneguhkan para pemilih menjadi pemilih yang cerdas, berkhidmat untuk kepentingan kebangsaan kita.”
Yang terjadi dalam langgengnya politik uang disebut Noordjannah adalah keinginan untuk dapat secara sekejap menikmati manfaat tetapi dosen UMY ini mengajak segenap masyarakat untuk bersabar atas proses demokrasi tanpa terjebak politik uang sehingga manfaatnya dapat dirasakan di masa akan datang. “Karena mungkin saat memilih kita tidak akan menikmati, tetapi akan mengalir manfaatnya untuk kehidupan demokrasi, kehidupan kebangsaan, keumatan kita karena ini bagian dari sebuah proses,” tegasnya.
Muhammadiyah ‘Aisyiyah menurut Noordjannah adalah termasuk komponen bangsa yang sering bersabar atas proses itu dan tidak pernah surut memperjuangkan dan memberikan masukan baik dalam bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini menurutnya merupakan bentuk penghidmatan kepada bangsa Indonesia yang besar ini. Hal ini penting untuk dilakukan karena jika demokrasi carut marut maka Noordjannah menyebut akan dapat memperparah kehidupan kebangsaan Indonesia.
Endang Sulastri, Anggota KPU Pusat periode 2007-2012 dalam kesempatan ini mendorong ‘Aisyiyah untuk dapat mendorong kader-kadernya berperan dalam memenuhi keterwakilan 30% perempuan. “Kuota perempuan ini di satu sisi berperan sebagai tim seleksi dan sisi lain menjadi calon anggota KPU.”
Demokrasi disebut Endang harus melibatkan perempuan dan ini adalah keputusan internasional. “Perempuan harus ikut serta dalam proses pengambilan keputusan termasuk dalam penyelenggaraan pemilu.” Terlebih potret keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu masih kurang menggembirakan. “Ini tentu menjadi konsen kita bersama bagaimana kita bisa mengawal dan meningkatkan keterlibatan perempuan dalam lembaga penyelenggaraan pemilu,” tegasnya.
Betty Epsilon Idroos, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027 juga menyampaikan pentingnya peran perempuan dalam penyelenggaraan pemilu. Akan tetapi ia menggarisbawahi pentingnya tidak hanya kuantitas tetapi mempersiapkan kualitas perempuan. “Baik kualitas maupun kuantitas, terasa sekali saya di KPU RI, karena terjadi keseimbangan ketika terpilih. Secara kualitas sangat dipelukan karena terlalu banyak hal detail yang dapat terjadi. Kita tidak hanya hadir secara jumlah tetapi secara kualitas atau kapasitas kehadirannya juga harus diperlukan.” (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!