Islam Berkemajuan Muhammadiyah : Penawar Permasalahan Tingkat Global
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam dalam Seminar Pra Muktamar “Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah pada Senin (30/05/2022) menyebut bahwa program internasionalisasi Muhammadiyah merupakan langkah persyarikatan sejak awal berdiri sehingga program ini bukanlah agenda baru bagi persyarikatan. Program internasionalisasi tersebut disebut Haedar ditegaskan kembali dalam Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000 di Jakarta dan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 2015, di mana segenap kader dan pengurus persyarikatan mendapatkan amanat untuk melakukan gerakan internasionalisasi paham Islam berkemajuan.
Saat ini, terkait internasionalisasi gerakan Muhammadiyah tersebut, menurut Haedar yang diperlukan adalah revitalisasi dan transformasi. “Karenanya, apa yang diperlukan saat ini adalah pengembangan lebih jauh dalam revitalisasi dan transformasi internasionalisasi gerakan Muhammadiyah dalam fase berikutnya untuk lebih memberi dampak dan kehadiran Muhammadiyah di dunia internasional secara lebih masif dan sistematik,” tegasnya.
Sebagai program berkelanjutan dan jangka panjang, hal yang diperlukan saat ini menurut Haedar adalah pengembangan lebih jauh dalam wujud revitalisasi dan transformasi internasionalisasi Muhammadiyah untuk lebih memberi dampak. Tujuannya adalah agar kehadiran Muhammadiyah di dunia internasional lebih massif dan sistematik. “Gambar besarnya ada dalam pernyataan pikiran Muhammadiyah abad kedua, bahwa Muhammadiyah hadir untuk melakuan transformasi gerakan pencerahan dalam dunia kemanusiaan semesta. Wujudnya adalah melakukan aktualisasi kosmopolitanisme itu melalui gerakan internasionalisasi Muhammadiyah.”
Dalam dokumen Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua dinyatakan bahwa Muhammadiyah hadir untuk melakukan transformasi gerakan pencerahan dalam dunia kemanusiaan semesta yang wujudnya adalah melakukan aktualisasi kosmopolitanisme Islam. Artinya, warga Muhammadiyah memiliki kesadaran sebagai bagian dari warga dunia yang memiliki rasa solidaritas kemanusiaan dan rasa tanggung jawab universal kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan dan pemisahan jarak yang bersifat primordial dan konvensional.
Dalam perspektif kosmopolitanisme Islam, kata Haedar, terdapat relevansi yang dapat dihadirkan dari Muhammadiyah, yaitu: menghadirkan pandangan wasathiyah Islam berkemajuan yang bersifat universal untuk membawa pesan rahmatan lil’alamin. Ide ini dapat direlevansikan dalam konteks globalisasi yang semakin meluas dan tanpa batas. Selain membawa nilai-nilai positif yang penuh kebaikan, globalisasi juga terkadang membawa dampak negatif bagi kehidupan. Sehingga pada posisi inilah pikiran-pikiran Muhammadiyah harus tampil sebagai penawar.
“Globalisasi cenderung membawa hegemoni politik, ekonomi, budaya, dari kekuatan-kekuatan global baik yang datang dari negara maupun dari perusahaan besar, sehingga harus kita beri pengaruh dengan kehadiran Muhammadiyah dan gerakan-gerakan keagamaan,” kata Haedar.
Paham wasathiyah Islam berkemajuan disebut Haedar juga relevan dalam apa yang disebut Haedar sebagai paradoks kemajuan. Dalam paradoks kemajuan, dunia memberi ruang seluas-luasnya pada demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, dan multikulturalisme. Menurut Haedar terkadang paham tersebut dapat mereduksi konsep-konsep kunci dari agama dan budaya bangsa. Paradoks kemajuan juga turut bertanggungjawab atas terjadinya perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Kondisi alam yang tidak bersahabat tentu akan berdampak pada ekonomi, politik, budaya, dan agama.
Oleh karena itu Haedar yakin bahwa paham wasathiyah Islam berkemajuan dapat menjadi penawar dan alternatif baru dari masalah-masalah global tersebut. Di sinilah peran Muhammadiyah dengan Islam berkemajuan untuk memperkuat di tingkat global. “Maka Muhammadiyah dengan Islam yang berkemajuan tentu perlu hadir kembali untuk memperkuat peran revitalisasi dan transformasi Islam berkemajuan di tingkat global.”