Laporkan Hasil Kerja Periode 2015-2022, Amal Usaha ‘Aisyiyah Bertumbuh di Berbagai Bidang






SURAKARTA – Hari ini 5 November 2022 Muhammadiyah memulai Sidang Pleno 1 Muktamar ke-48 secara hybrid di Auditorium Mohammad Djazman Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Sidang Pleno ini secara daring diikuti oleh 208 titik peserta pleno yang merupakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
“Berada di berbagai titik kantor lingkungan persyarikatan Insya Allah kita sudah beradaptasi dengan proses seperti ini, maka pembahasan persidangan akan berjalan dengan lancar walaupun ada kesulitan tertentu secara teknis kita bisa mengatasi dengan baik,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir disaat menyampaikan sambutannya. Kegiatan sidang pleno yang dilaksanakan secara hybrid ini disebut sebagai awal baru Muhammadiyah ‘Aisyiyah untuk memasuki era kemajuan teknologi. Hal ini menurutnya merupakan bagian dari sikap adaptif dan mampu memberikan jawaban perkembangan jaman sebagaimana melekat pada jati diri persyarikatan Muhammadiyah ‘Aisyiyah.
Haedar Nashir menyebut pelaksanaan pembukaan Muktamar ke-48 Muhammadiyah ‘Aisyiyah pada 18 November adalah bersamaan dengan Milad Muhammadiyah yang dilanjutkan dengan Sidang Tanwir melekat Muktamar pada 19 November. “Tentu semua itu harus kita jalani dan laksanakan dan kita kawal menjadi Muktamar yang bermarwah utama, Muktamar yang uswah hasanah dan muktamar yang berkemajuan.”
Terkait gelaran Sidang Pleno 1, Haedar Nashir menyebut akan membahas laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, serta merancang program lima tahun serta program muh lima tahun ke depan. Juga akan membahas risalah Islam Berkemajuan bagi Muhammadiyah dan Risalah Perempuan Islam Berkemajuan bagi ‘Aisyiyah serta isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal atau kemanusiaan semesta. “Laporan adalah perwujudan apa yang kami lakukan sebagai usaha menjalankan amnah dari Muktamar ke-47 yang kami usahakan dengan mengerahkan segala kemampuan, tentu selalu ada kekurangan dan kelemahan maka kami persilahkan segenap anggota Muktamar membahasnya dan memberikan masukan dan catatan yang penting bagi kami,” ujar Haedar. (Suri)
SURAKARTA – Muktamar ke-48 Muhammadiyah adalah salah satu langkah strategis Muhammadiyah sebagai jawaban atas situasi dan konteks yang bersifat terkini dan Risalah Islam Berkemajuan bukan hanya buah pikiran tetapi wujud nyata langkah Muhammadiyah bagi bangsa. Dalam Sidang Pleno 1 Muktamar ke-48 Muhammadiyah pada Sabtu (5/11/22), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut bahwa ini akan menjadi langkah ke depan milik bersama persyarikatan.
“Tentang program dan apa yang kita lakukan lima tahun mendatang, adalah proyeksi apa yang telah dilakukan dalam periode sebelumnya sebagai kesatuan program jangka panjang Muhammadiyah,” ujar Haedar. Langkah ke depan milik bersama ini disebut Haedar tentu harus dikembangkan secara masif setelah Muktamar yang dilanjutkan dengan Musyawarah Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Ranting.
Dalam Muktamar ke-48 ini Muhammadiyah juga akan merumuskan Risalah Islam Berkemajuan ini disebut Haedar merupakan pandangan Muhammadiyah tentang Islam sebagai pokok pikiran Muhammadiyah Abad Kedua. Risalah Islam Berkemajuan Muhammadiyah ini disebut Haedar bertujuan agar pandangan Islam dapat kita laksanakan dan menjadi alam pikiran seluruh warga dan pimpinan Muhammadiyah. Sekaligus juga dapat menjadi fungsi yang terbaik Muhammadiyah bagi masyarakat luas di mana Islam Berkemajuan bukan hanya buah pikiran tetapi menjadi orientasi berpikir. “Mewujudkan berbagai langkah nyata bagi Muhammadiyah bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta sebagai perspektif Wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin.”
‘Aisyiyah disebut Haedar juga mempersiapkan Risalah Perempuan Berkemajuan yang merupakan perspektif pandangan ‘Aisyiyah berbasis Islam tentang posisi dan peran perempuan di ranah perempuan. Risalah Perempuan Berkemajuan ini diharapkan Haedar akan menjadi rujukan umum perempuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perempuan dengan spirit Islam yang melahirkan perempuan berkemajuan yang menebar rahmat bagi semesta.
Lebih lanjut, berbagai isu yang menjadi bahasan di Muktamar 48, yakni isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal menurut Haedar adalah formulasi cara pandang Muhammadiyah ‘Aisyiyah atas problem krusial. “Problem itu bukan semata-mata dijadikan isu tetapi juga kita berikan solusi yang bisa kita tawarkan, tidak saja menjadi wacana tetapi juga terlibat menyelesaikan masalah itu dan mengajak semua pihak menyelesaikannya.”
Diharapkan Haedar pembahasan ini bisa menjadi solusi bagi kehidupan dimana gerak amal usaha dan gerak dakwah bil hal dan gerak pemikiran menjadi fondasi dan penyelesaiaan masalah. “Insya Allah Muktamar Muhammadiyah ‘Aisyiyah memberi solusi dan terlibat aktif menyelesaikan masalah yang tentu kita tidak bisa sendirian, memerlukan berbagai pihak yang dengan kesadaran kolektif karena masalah yang dihadapi adalah masalah kita bersama.”
Di akhir pemaparannya Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menyampaikan agar persidangan dan Muktamar yang akan dilaksanakan dapat menjadi pengikat untuk merekat ukhuwah di persyarikatan. “Persidangan dan Muktamar yang akan kita laksanakan jadikan pengikat kita untuk merekat ukhuwah di internal kita sekaligus melangkah bersama dengan kebersamaan sebagaimana refrain Mars Muktamar 48 Derap Berkemajuan, di Solo jalin ukhuwah, Muktamar satukan langkah, bersama cerahkan semesta.” (Suri)
Indonesia masih belum mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, bahkan bisa dibilang semua Sila di Pancasila menghadapi tantangannya tersendiri. Hal tersebut dipaparkan oleh Siti Zuhro, Peneliti Ahli Utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) pada Seminar Nasional ‘Aisyiyah untuk Bangsa dalam Rangka Muktamar 48 ‘Aisyiyah pada Rabu (2/11/22) yang diselenggarakan Majelis Pembinaan Kader Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.
Selain itu Zuhro juga menyebutkan bahwa kehidupan berbangsa saat ini semakin kering dari nilai nilai luhur agama budaya dan adab yang semakin jauh dari kepedulian pada nasib sesama dan semakin rentan pada pembelahan sosial. Kondisi ini disebutnya masih terjadi dan belum diobati. Selain itu ada beberapa persoalan laten yang menuntut perhatian serius semua pihak diantaranya masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial serta masalah pendidikan. Lebih lanjut Zuhro juga menyampaikan salah satu pelemahan rakyat yang paling merisaukan adalah adanya politik belah bambu khususnya terhadap umat Islam yang dimainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Zuhro melanjutkan bahwa baik buruknya bangsa Indonesia khususnya sangat tergantung pada keputusan politik yang dibuat oleh elit pemerintah dan politik khususnya yang berada di DPR. Dalam kategori agama, Zuhro menyampaikan bahwa tanggung jawan tersebut berada di tangan umat Islam sebagai komponen mayoritas di Indonesia.
Sebagai ormas Islam perempuan terbesar, ‘Aisyiyah disebut Zuhro memiliki sarana yang cukup khususnya sarana pendidikan. “Masalahnya bagaimana kader ‘Aisyiyah mampu memainkan peran strategis dan berpikir out of the box yakni yang mampu menyelesaikan masalah dengan mencari metode problem solving baru ketimbang menggunakan solusi yang umum digunakan dan tidak terpaku hanya dalam peran tradisional.”
Oleh karena itu dalam upaya yang disebutnya sebagai “memperadabkan bangsa”, Zuhro meminta agar ‘Aisyiyah dapat terus menyiapkan kadernya sebagai garda terdepan dengan beberapa poin yang harus diperhatikan yakni thinking out of the box, inspiring, motivating and leading. Kemudian peran menyinergikan elemen-elemen bangsa dimana ‘Aisyiyah menjadi leading sector dengan formula yang sudah disiapkan, mendorong terjadinya kolaborasi, komitmen ‘Aisyiyah membangun peradaban, bekerjasama dengan stakeholders lainnya melakukan gerakan, serta mengawal pemilu agar berkualitas dan berkeadaban untuk mewujudkan pemerintah Indonesia yang governable dan tidak korup.
Sebagai bagian dari elemen bangsa, salah satu tantangan besar yang dihadapi ‘Aisyiyah untuk memperadabkan bangsa adalah dengan mengembalikan jalan politik dan pemerintahan Indonesia kepada konstitusi Indonesia yakni sistem demokrasi rakyat yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dengan semangat Bhineka Tunggal Ika dan dilandasi oleh Pancasila, Zuhro menyebut bahwa ‘Aisyiyah harus berada di garda terdepan dalam mendorong praktik berbangsa dan bernegara yang lebih beretika, berkualitas, sehat, dan bermartabat. “Mari kita kembalikan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bernuansa ala Indonesia yang dilandasi oleh Pancasila dan dikawal oleh UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Nasib NKRI tergantung pada semua warga negara dan oleh karena itu semuanya memiliki tanggung jawab yang sama untuk mempertahankannya.” (Suri)

“Dalam perkembangan dan dinamika kebangsaan diperlukan upaya menyiapkan kader perempuan yang akan memimpin barisan perempuan Muhammadiyah sebagai organisasi yang bertumpu pada ke-Islaman dan kemajuan.” Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Pembinaan Kader (MPK), Salmah Orbayinah dalam Seminar Nasional ‘Aisyiyah untuk Bangsa dalam Rangka Muktamar 48 ‘Aisyiyah pada Rabu (2/11/22).
Keberadaan para kader ini diperlukan karena manurut Salmah umat Islam di Indonesia saat ini menghadapi berbagai persoalan yang berat. “Berbagai persoalan yang berat seperti pemahaman yang radikal, cenderung merendahkan kaum perempuan, tidak toleran pada perbedaan, masih maraknya kekerasan, dan sebagainya. Ada juga masalah-masalah yang terkait beberapa kelompok masyarakat yang memerlukan perhatian khusus dan perhatian akan keamanan hidupnya seperti kelompok lansia dan difabel.” Berbagai kondisi ini disebut Salmah meniscayakan ‘Aisyiyah berperan aktif memecahkan masalah sebagai wujud misi dakwah dan tajdid untuk memajukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam Seminar Nasional bertema “Peran Strategis Kader ‘Aisyiyah dalam Merespon Permasalahan Bangsa” ini Salmah menyampaikan bahwa seorang kader sebagai penggerak organisasi harus mampu memiliki harapan besar bahwa bisa melakukan perubahan dan terobosan baik untuk dirinya sendiri terlebih dalam tubuh organisasi dan gerakan dan mampu berperan penting dalam kebangsaan. Karena pentingnya keberadaan kader ini Salmah menyebut menjadikan proses kaderisasi dinilai sakral dan serius.
“‘Aisyiyah dituntut menyiapkan generasi baru kader penggerak di mana di era globalisasi yang sarat tantangan, insya Allah ‘Aisyiyah berusaha mewujudkan perempuan khairuh ummah yang berkarakter, perempuan khairu ummah adalah perempuan berkemajuan yang hadir sebagai umat tengahan yang bisa memajukan, memberdayakan kehidupan kemanusiaan semesta,” ujar Salmah.
Pentingnya keberadaan dan peran kader ini menjadikannya masuk menjadi salah satu agenda Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah di November 2022. Yakni menyiapkan para kader, menyiapkan kepemimpinan ke depan. Di fase ‘Aisyiyah abad kedua ini Salmah mengajak seluruh kader untuk bersama mempersiapkan generasi dan melanjutkan kepemimpinan di abad selanjutnya dengan meneladani kepemimpinan sebelumnya yang telah menorehkan berbagai macam prestasi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini yang hadir dalam seminar nasional ini juga turut mendorong para kader ‘Aisyiyah untuk terus menguatkan dirinya untuk dapat bersama membangun ‘Aisyiyah menjadi lebih besar lagi. “Jika kader-kader kita tidak bersemangat untuk terus menguatkan dirinya, menajamkan ideologi persyarikatan, meluaskan jangkauan untuk berdakwah, berkomunikasi dengan banyak pihak tentu kita hanya menjdi katak di tempurung, kita besar akan tetapi besarnya di dalam,” tegas Noordjannah.
Seminar ini disebut Noordjannah menjadi bagian yang sangat penting dalam penguatan kaderisasi ‘Aisyiyah. “Kaderisasi bagi organisasi kita adalah wadah yang tidak bisa diabaikan dan menjadi sebuah keniscayaan yang semuanya harus sesuai dengan pandangan persyarikatan.” (Suri)

“Kalau kita berbicara peran ‘Aisyiyah dan peran kader-kader ‘Aisyiyah, maka kader adalah orang-orang yang terpilih yang harus mampu melakukan apa saja yang tidak bisa dilakukan pemimpin sebelumnya untuk menggerakkan organisasi menjadi yang terdepan yang tidak bisa dilakukan pemimpinan sebelumnya, ini tidak sederhana.” Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini dalam Seminar Nasional ‘Aisyiyah untuk Bangsa dalam Rangka Muktamar 48 ‘Aisyiyah bertema “Peran Strategis Kader ‘Aisyiyah dalam Merespon Permasalahan Bangsa”pada Rabu (2/11/22).
Kaderisasi disebut Noordjannah adalah penting bagi gerak ‘Aisyiyah. “Kaderisasi bagi organisasi kita adalah wadah yang tidak bisa diabaikan, menjadi sebuah keniscayaan bagaimana karakter kader-kader kita memiliki semangat dan landasannya yang harus sesuai sesuai dengan pandangan persyarikatan kita yakni Muhammadiyah.”
Para kader disebut Noordjannah harus memiliki peran-peran dan bertumbuh dalam kekuatan iedeologi persyarikatan yang membawa pandangan Islam Berkemajuan yang membawa kehidupan manusia bisa menghadapi tantangan yang dihadapinya. Kader ‘Aisyiyah, lanjut Noordjannah harus menguatkan dirinya dengan menajamkan ideologi persyarikatan serta meluaskan jangkauan untuk berdakwah dan berkomunikasi dengan banyak pihak agar kekuatan ‘Aisyiyah tidak hanya ke dalam.
“’Aisyiyah ini besar, kita sudah masuk ke abad kedua, maka kita tidak boleh mundur ke belakang, kita harus maju menguatkan diri, menguatkan kolektifitas dan kekuatan kita, tinggal bagaimana kita bersama bergandeng tangan memberikan yang terbaik dari ‘Aisyiyah bagi kepentingan umat dan bangsa. Bangsa kita sedang terus memerlukan peran perempuan berkemajuan,” tegas Noordjannah.
‘Aisyiyah ke depan menurut Noordjannah harus memiliki kecepatan 3x lipat dari kecepatan sekarang. Hal ini terus disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah ini kepada segenap pimpinan ‘Aisyiyah. “Kecepatan ‘Aisyiyah harus berlipat-lipat, menggerakkan roda kecepatan ‘Aisyiyah yang akan datang oleh para kader yang handal, berakhlak mulia yang paham mengenai persyarikatan yang menatap masa depan dengan penuh harapan.” (Suri)

Risalah Perempuan Berkemajuan menjadi salah satu pandangan ‘Aisyiyah yang akan disahkan dalam gelaran Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah yang akan dilaksanakan pada 18-20 November ini. Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini pada Rabu (2/11/22) menyebutkan bahwa Risalah Perempuan Berkemajuan ini ingin mensistematisasi dan melanjutkan pedoman pandangan ‘Aisyiyah Muhamamdiyah terkait gerak perempuan.
Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sebagai organisasi Islam yang berkemajuan sudah mengeluarkan berbagai pandangan terkait perempuan. Noordjannah menyebut berbagai contohnya seperti Adabul mar’ah fil Islam. “Sudah ada Adabul mar’ah fil Islam yang itu membuat orang terbelalak disaat orang masIh berpikir bagaimana kepemimpinan perempuan. Waktu itu ‘Aisyiyah melalui Majlis Tarjih sudah menyatakan perempuan boleh menjadi hakim, perempuan boleh menjadi apa saja tentu dengan adab sebagaimana Islam mengajarkan.” Kemudian dalam konteks kehidupan dimana banyak persoalan dihadapi oleh para perempuan, seperti kekerasan juga penempatan perempuan yang tidak pada tempatnya, Noordjannah menyebutkan bahwa Muhammadiyah ‘Aisyiyah sudah mempunyai fikih perempuan.
Noordjannah menyebut bahwa masih banyak pikiran ‘Aisyiyah di abad kedua ini dan Muktamar ke-48 akan mempersembahkan pandangan ‘Aisyiyah mengenai Risalah Perempuan Berkemajuan. Oleh karena itu Noordjannah meminta agar segenap anggota Muktamar dapat berkontribusi dan memberikan pandangannya dalam Risalah Perempuan Berkemajuan yang akan menjadi gerakan ‘Aisyiyah ke depan. “Marilah kesempatan Muktamar yang sangat baik ini kita gunakan untuk memberikan pandangan dan berkonribusi bagi gerakan ‘Aisyiyah ke depan yakni risalah perempuan berkemajuan.” (Suri)

Jl. KH. Ahmad Dahlan Nomor 32, 55161, Yogyakarta
Telp/Fax: 0274-562171 | 0274-540009
Jl. Menteng Raya No. 62, 10340, Jakarta Pusat
Telp/Faks: 021-3918318
Jl. Gandaria I/1, Kebayoran Baru, 12140, Jakarta Selatan
Telp/Faks: 021-7260492
