Kader ‘Aisyiyah Harus Terus Syiarkan Islam Agama Rahmatan Lil Alamin Nir Kekerasan
“Kader, Pimpinan, Mubalighat ‘Aisyiyah harus terus mensyiarkan nilai-nilai agama yang memuliakan perempuan. Pemahaman agama yang tidak tepat terkait posisi, kedudukan, martabat dan pemuliaan perempuan itu sering terjadi baik dalam forum-forum pengajian maupun dalam dunia digital. Perempuan sebagai korban kekerasan justru disalahkan dengan dalil agama yang kurang tepat.” Hal tersebut disampaikan Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah dalam kegiatan Konsolidasi PWA PDA se-Sulawesi dan Gorontalo pada Sabtu (5/2/2022).
Tri menyebut selama ini stigma terhadap korban kekerasan sangat kuat di masyarakat. “Dalam kasus kekerasan seringkali korban disalahkan baik dalam kasus kekerasan seksual maupun kekerasan dalam rumah tangga.” Bahkan banyak pemahaman masyarakat yang beranggapan bahwa kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga adalah aib. Tentu ini salah, menurut Tri siapapun tidak berhak melakukan kekerasan terhadap perempuan “Banyak pemahaman yang beranggapan bahwa KDRT adalah aib dan meminta agar istri tidak melaporkan jika terjadi kekerasan, padahal kita memiliki UU PKDRT, yang memberikan perlindungan pada perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan perempuan sebagai korban harus melaporkan,” tegas Tri.
Oleh karena itu menurutnya kader-kader ‘Aisyiyah harus terus bergerak dengan potensi luar biasa dari tingkat pusat sampai dengan komunitas yang dimilikinya untuk memberikan edukasi untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Bagaimana agar mubalighat-mubalighat kita dapat terus menguatkan perspektifnya bahwa Islam adalah agama yang memuliakan perempuan, melarang kekerasan terhadap siapapun termasuk terhadap perempuan dan anak.”
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak pernah ditolerir ajaran agama Islam maupun agama apapun. “Tindakan yang tidak seharusnya terjadi dan tidak pernah ditolerir ajaran agama kita maupun agama apapun yaitu yang berkaitan dengan kekerasan, radikalisme, dan kejahatan yang terjadi secara masif dan seakan-akan menjadi sesuatu yang sudah biasa di kehidupan kemasyarakatan kita,” ujar Noordjannah.
Situasi kekerasan yang begitu marak menurutnya adalah tantangan dakwah yang harus dihadapi ‘Aisyiyah saat ini. Oleh karena itu kader-kader ‘Aisyiyah harus terus mengambil perannya dalam situasi ini. “Kader-kader ‘Aisyiyah harus menjadi agen perubahan, yang tidak hanya melaksanakan dakwah bil lisan tetapi juga memberikan contoh tentang ajaran-ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.”
Noordjannah mendorong para kader ‘Aisyiyah untuk dapat terus bergerak dan menjadi agen perubahan mensyiarkan Islam Rahmatan lil Alamin yang nir kekerasan hingga tingkat grassroot. “Gerak dakwah ‘Aisyiyah tidak terlepas dari kehidupan grassroot, apa yang kita dakwahkan di tingkat bawah itu dapat dilakukan dengan banyak cara dan banyak faktor pendukung yang bisa dimanfaatkan agar kita bisa mendinamisasi gerak dakwah kita.” (Suri)