Kecintaan Pada Alam Menunjukkan Keimanan Manusia
“Kita sebagai umat Islam, sangat lekat antara urusan menjaga lingkungan dengan keimanan, antara iman, islam dan lingkungan itu adalah satu kesatuan, akan tetapi sekian banyak warga Indonesia yang beragama Islam tetapi mengapa kerusakan lingkungan di Indonesia sangat parah ?” Hal tersebut diungkapkan oleh Hening Parlan, Ketua Divisi Lingkungan Hidup dari Lembaga Lingkungan Hidup (LLHPB) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PP ‘Aisyiyah) dalam acara Pengajian Jumat Pagi yang dilaksanakan secara daring pada Jum’at (3/11).
Dalam Pengajian Jumat Pagi kerjasama LLHPB PP ‘Aisyiyah dan Lazismu kali yang mengangkat tema ‘Gerakan Lingkungan Dalam Perspektif Muhammadiyah’ ini Hening menyebut bahwa melihat realitas tersebut maka tampak bahwa antara tauhid yang green dengan implementasi sebenarnya masih jauh dari yang kita harapkan.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah), Abdul Mu’ti menyebut bahwa alam sebagai makhluk Allah itu memiliki sifat fana atau rusak sehingga sebagian kerusakan di alam semesta itu memang ada yang terjadi karena hukum alam
alam memang memiliki usianya sendiri yang akan mati dan menua yang ia sebut sebagai ‘the nature of nature’ atau sifat alamiah dari alam itu tetapi jangan dilupakan juga bagaimana kita memperlakukan alam juga turut berkontribusi pada rusaknya alam itu. Tetapi juga ada peran bagaimana kita memperlakukan alam sehingga kita memiliki tanggung jawab melestarikan alam dan tidak merusak alam.
“Kita memang dibukakan pintu-pintu rejeki oleh Allah dari alam tetapi jangan eksploitatif,” ujar Mu’ti. Ia menyampaikan bahwa banyak ayat Qu’an yang menyebutkan bagaimana rizki kita terbentang di alam semesta.
Salah satu permasalahan lingkungan yang disampaikan oleh Mu’ti adalah terkait pemanasan global dan climate change. Pada tahun 2100 para ahli memprediksi suhu bumi akan meningkat sebanyak 5% dengan kenaikan tersebut akan menambah parah mencairnya es di kutub. “Es yang ada di kutub terus mencair, permukaan laut akan pasang, di banyak tempat terjadi banjir yang abadi, iklim yang terus berubah akan mengancam ketersediaan pangan karena mempengaruhi produksi hasil pertanian,” terang Mu’ti.
Oleh karena itu, Mu’ti melanjutkan agar kerusakan bisa dikurangi, pemanasan global bisa diperlambat maka para tokoh dunia termasuk dirinya turut terlibat telah memberikan satu rekomendasi agar terjadi perubahan policy dan pemanasan global bisa dikurangi. “Caranya konsumsi energi yang merusak lingkungan harus dikurangi sehingga ada kesepakatan pengurangan karbon.”
Akan tetapi Mu’ti menyebut juga diperlukan peran secara micro yang bisa dilakukan semua orang yakni bagaimana merubah perilaku atau gaya hidup manusia sebagaimana yang sudah tercantum dengan jelas di dalam Qur’an surat al-A’raf ayat 31 “wakuluu wasyrabuu walaa tusrifuu” Menurut Mu’ti ayat tersebut mengajarkan manusia untuk tidak berperilaku boros dan menerangkan tentang konsumerisme di mana Allah telah menuntunkan umatnya untuk mengkonsumsi sesuatu yang kita perlu bukan yang kita mau. “Banyak sampah terjadi karena kita membeli sesuatu dan mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan.”
Perubahan perilaku menurut Mu’ti menjaid bagian penting, dan perubahan perilaku bisa dimulai dari diri pribadi, kemudian keluarga, dan lingkungan terdekat dari kita. “Kalau kita melakukannya mulai dari lingkungan yang terkecil, Insya Allah kita bisa menyebarkannya di lingkup yang lebih besar karena gerakan yang dimulai dengan keteladanan itu punya pengaruh yang lebih kuat dibandingkan hanya himbauan semata.”
Mu’ti berharap kajian ini tidak berhenti pada kajian semata tetapi menjadi gerakan dan gerakan yang berkelanjutan. “Sudah saatnya kita berubah mulai dari mindset kita terhadap alam dan kaitannya dengan kualitas keimanan dan ketawqaan kita pada Allah.” Mu’ti menyebut gerakan yg sudah dicanangkan oleh ‘Aisyiyah dengan program menanam pohon dan merawatnya itu penting karena untuk menanam pohon diperlukan kesabaran.
“Dan untuk pohon tumbuh itu perlu waktu puluhan tahun tetapi untuk merusaknya hanya perlu hitungan menit. Saatnya kita berbuat untuk melakukan perubahan itu walaupun kecil kalau kita laksanakan secara konsisten dan bersama Insya Allah membawa perubahan yang besar dalam kehidupan kita.”
Hidayat Tri, Anggota Divisi Humad dan Kerjasama, Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah menyebutkan bahwa dalam mengatasi masalah lingkungan diperlukan pendekatan kreatif. Yakni pendekatan apresiasi atas apa yang sudah kita perbuat sekecil apapun. Kemudian pendekatan tekstual dengan mengkaji lingkungan, ayat-ayat terkait lingkungan. Kemudian pendekatan kontekstual dengan apa yang kita lakukan.
Selain itu ia juga mengajak semuanya dapat berpartisipasi dan istiqomah dalam upaya menjaga lingkungan karena ini adalah suatu usaha yang tidak instan. “Masalah lingkungan adalah masalah perilaku, oleh karena itu tidak bisa solusinya dengan instan tetapi dengan berkelanjutan dan sistematis.” (Suri)