“Landasan teologis dan landasan filosofis di dalam ‘Aisyiyah bergerak adalah bahwa perempuan, anak, dan difabel adalah merupakan kelompok rentan yang perlu dilindungi dan ‘Aisyiyah di dalam setiap programnya pasti sasarannya adalah perempuan, anak, dan difabel.” Hal tersebut disampaikan oleh Siti Kasiyati, Ketua Pos Bantuan Hukum (Posbakum) ‘Aisyiyah Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Tengah.
Kasiyati menyebutkan bahwa sejak awal ‘Aisyiyah sudah mengkampanyekan nirkekerasan pada perempuan, anak, dan difabel dan ‘Aisyiyah membuktikannya dengan kerja nyata. “‘Aisyiyah melakukan program baik pencegahan, penanganan, dan pemulihan. Banyak hal yang sudah dilakukan secara sinergi maupun sendiri-sendiri, baik merujuk maupun dilaksanakan secara mandiri untuk penanganan kasus kekerasan dan ini tidak hanya dilakukan di tingkat wilayah namun juga di tingkat cabang dan ranting,” terang Kasiyati.
Posbakum ‘Aisyiyah Jawa Tengah sendiri, menurut Kasiyati secara konsisten menangani permasalahan kekerasan berbasis gender. “Ada perempuan, anak, dan difabel ada juga korban laki-laki tetapi tidak banyak, selain itu melakukan penyuluhan hukum, juga pemberdayaan terkait isu perlindungan perempuan, anak, dan difabel.” Tercatat pada tahun 2020, jumlah pencapaian penanganan perkara Posbakum ‘Aisyiyah Jawa Tengah adalah 2.981 perkara non litigasi dan 69 perkara litigasi yang tersebar di PA Sragen, PA Sukoharjo, PA Klaten, PA Boyolali, PA Wonogiri, dan PA Purbalingga.
Komitmen Posbakum ‘Aisyiyah Jawa Tengah terkait perempuan, anak, dan difabel yang berhadapan dengan hukum dilakukan secara sungguh-sungguh. Ini dibuktikan dengan adanya berbagai kegiatan yang berkesinambungan termasuk dilakukan bagi para penyitas.
Kegiatan tersebut, Pertama, melakukan rehabilitasi penyitas dengan membentuk tim Rumah Sakinah yang melakukan pemulihan khusus bagi difabel dan korban KDRT. “Tim Rumah Sakinah yang terdiri dari psikolog dan relawan terlatih akan melakukan pemulihan khusus, penguatan mental spiritual, pemberian bantuan yang dilakukan secara home visit bagi para penyitas yang membutuhkan dan yang terbanyak adalah bagi para difabel,” terang Kasiyati.
Kedua, Posbakum ‘Aisyiyah Jawa Tengah mendorong pemulihan ekonomi bagi para penyitas. “Kami melakukan pelatihan, pemberdayaan, pemberdayaan, pemberian modal, mencarikan tempat magang, yang dilakukan secara mandiri maupun bekerjasama dengan Pemprov, Pemda, kampus, Lazismu, juga Majelis Ekonomi ‘Aisyiyah, alhamdulillah banyak penyitas yang dapat survive melalui kegiatan ini.”
Ketiga, melakukan pemberdayaan hukum bagi penyitas. “Kami mendorong para penyitas untuk dapat menjadi relawan hukum dengan melakukan edukasi ketrampilan hukum, sehingga kalau terjadi kekerasan kepada orang-orang di sekitar mereka, para relawan hukum ini bisa bergerak sigap.” Kasiyati menjelaskan dalam kegiatan pemberdayaan hukum ini, para penyitas dibekali pengetahuan kemana harus melapor, kepada siapa, sehingga dapat melakukan tindakan awal yang perlu dilakukan jika mengetahui ada tindak kekerasan yang diterima orang sekitarnya.
Keempat, melatih paralegal pendamping perempuan, anak, dan difabel. Kasiyati menerangkan bahwa saat ini telah di Jawa Tengah telah ada 570 paralegal bersertifikat yang telah dilatih oleh Posbakum ‘Aisyiyah. “Paralegal ini bisa melaksanakan pendampingan dan tersebar hingga cabang juga ranting dan terbukti rujukan banyak masuk dari paralegal ini yang kemudian jika tidak dapat ditangani oleh Pimpinan Daerah maka kemudian dirujuk ke kami.”
Selain itu, Posbakum ‘Aisyiyah Jawa Tengah juga telah menyusun Alur Penanganan dan Bantuan Hukum Berdasarkan Akomodasi yang Layak Bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Panduan ini dapat terbit atas berbagai pengalaman pendampingan kepada difabelyang sudah dilakukan. “Melalui pengalaman pendampingan difabel yang sudah dilakukan, kami merasa perlu adanya panduan ini supaya nanti masyarakat atau penegak hukum memahami makna akodomasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan.” Kasiyati menjelaskan bahwa hal tersebut juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan peradilan inkulusi.
“Kita juga melakukan advokasi ke peradilan, advokasi kebijakan kepada Polres, Pengadilan Negeri, Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta (PTPAS), Kejaksaan, Balai Permasyarakatan (Bapas), supaya mendorong kita bersama melakukan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.” (Suri)