Emergency Response ‘Aisyiyah Jatim untuk Anak Terdampak Covid-19
Fakta banyaknya orang tua yang meninggal akibat Covid-19 menambah daftar dampak pandemi bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi anak-anak yang kemudian menjadi yatim, piatu, maupun yatim piatu. Kondisi ini menggerakkan Majelis Kesejahteraan Sosial (MKS) Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Timur untuk melakukan pendataan. Budiyati, Ketua MKS PWA Jawa Timur menyebut ‘Aisyiyah se-Jawa Timur telah mulai melakukan pendataan anak yatim,piatu, maupun yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena Covid-19 pada gelombang ke-dua Covid di Indonesia tepatnya sejak April 2021.
“Kami merespon ini sangat emergency hingga harus melakukan pendataan yang kita sebarkan di seluruh Pimpinan Daerah, Cabang, hingga Ranting se-Jawa Timur yang pendataan itu kami menginstruksikan bahwa tolong didata para orang tua yang meninggal karena Covid apakah memiliki anak yang ditinggalkan,” terang Budiyati.
Ia menitikberatkan bahwa pendataan dilakukan ke lingkungan terdekat para kader ‘Aisyiyah karena nantinya data yang berhasil dikumpulkan tersebut bukan hanya untuk diberikan bantuan sesaat saja seperti sembako dan makanan tetapi juga pendampingan yang berkelanjutan.
“Anak-anak memerlukan dukungan yang berkelanjutan mengingat tumbuh kembang dan masa depannya, jadi bagaimana kita memastikan nanti kader ‘Aisyiyah yang mendata kemudian pimpinan cabang atau ranting yang terdekat memastikan persoalan keberlanjutan bagi pendampingan kebutuhan anak.”
Budiyati menyebutkan bahwa kehilangan yang dialami oleh anak akan membawa dampak yang besar bagi proses tumbuh kembangnya jika tidak mendapat perhatian dan penanganan serius. “Anak ketika punya masalah satu tidak hanya satu hal yang dia derita, misalkan jika orang tua meninggal tidak hanya merasakan sedih tetapi nanti juga akan berdampak pada pendidkannya, keberlanjutan perlindungannya, masalah kependudukan, sisi sosial dan sebagainya.”
Terdapat beberapa persoalan yang menjadi fokus perhatian MKS PWA Jawa Timur terkait anak yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19 ini yakni terkait pendidikan, pengasuhan, psikososial, serta perlindungan. Dalam hal pengasuhan, ‘Aisyiyah menitikberatkan pengasuhan alternatif yang berbasis keluarga terdekat paling tidak derajat ketiga seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan tidak serta merta diserahkan ke lembaga seperti asrama ataupun panti asuhan. Budiyati menyebut ‘Aisyiyah akan hadir di sini dengan melakukan pendampingan tidak hanya bagi anak tetapi juga bagi pengasuhnya. “Karena ketika pengasuh pengganti tidak kita pantau dengan monitoring dan edukasi maka pengasuh pengganti ini belum tentu dekat dengan anak dan memahami anak sehingga inilah yang harus kita pastikan bagaimana mengasuh anak yang bukan anaknya sendiri akan tetapi diperlakukan seperti anaknya sendiri.”
Budiyati juga menyayangkan masih lekatnya stigma Covid-19 ini di masyarakat. Di beberapa daerah ia menemukan anak yang mengalami stigma dari lingkungannya, diejek oleh sekitarnya karena orang tuanya meninggal akibat Covid-19. Kondisi ini tentu sangat mempengaruhi kesehatan mental anak yang akan membawa dampak besar bagi kehidupannya.
Masalah lain yang menjadi perhatian adalah dari sisi perlindungan hukum anak termasuk terkait kependudukan maupun hak waris anak. “Ketika ditinggal orangtuanya ia masuk ke KK mana ini karena anak masih butuh perwalian, juga terkait waris misalkan jangan sampai hak anak jatuh ke tangan orang yang hanya ingin memanfaatkan.” Hal semacam ini mungkin di luar perhatian kebanyakan orang padahal ini juga penting untuk menjamin tumbuh kembang anak hingga dewasa.
Sampai saat ini MKS PWA Jawa Timur sudah mengumpulkan data sebanyak 512 anak terdampak, akan tetapi data tersebut baru bersumber dari 16 daerah saja se-Jawa Timur sehingga dapat dipastikan data akan terus bertambah dari daerah lain. Pendataan dan juga advokasi yang berpegangan pada data terus dilakukan secara berkesinambungan oleh ‘Aisyiyah sehingga begitu data terkumpul bisa segera dilakukan dukungan yang baik kepada anak. “Ini adalah emergency response sehingga semua tingkatan ‘Aisyiyah harus bergerak, dari data tersebut kami melakukan advokasi tingkat provinsi baik di dinas maupun lembaga tingkat provinsi.”
Disebut Budyati, data yang berhasil dikumpulkan oleh ‘Aisyiyah direspon dan mendapat dukungan dari banyak pihak. Pada tanggal 5 Oktober kemarin di Mojokerto kegiatan pendampingan sudah dilakukan yakni Gerakan ‘Aisyiyah Cinta Anak (GACA) Peduli Anak Yatim, Piatu, dan Yatim Piatu Akibat Covid-19. Menyusul di Nganjuk pada tanggal 9 Oktober, begitu pula di Surabaya. Advokasi juga dilakukan secara mandiri oleh Pimpinan Daerah se-Jawa Timur untuk dapat mendorong pemerintahan Kabupaten maupun lembaga-lembaga di tingkat Kabupaten dapat merespon kebutuhan para anak-anak ini.
Kedepannya MKS PWA Jawa Timur akan memberikan pelatihan bagi PCA dan PRA yang memiliki data anak terdampak Covid ini untuk mendapatkan pelatihan pendampingan anak. “Untuk keberlanjutan pendampingan kami akan melaksanakan pelatihan pendampingan anak. Misalkan bagaimana case manajemen ketika anak-anak menghadapi masalah, bagaimana para kader bisa mendampingi dan mengadvokasi ke tingkat pemerintahan daerah.”
Budiyati berharap akan semakin banyak pihak yang bekerja bersama-sama ‘Aisyiyah untuk bisa memberikan pendampingan yang terbaik bagi anak-anak ini. “Untuk anak yang orantuanya meninggal karena Covid itu tidak bisa diselesaikan satu ‘Aisyiyah Muhammadiyah saja, melainkan perlu ada kolaborasi dari multi pihak yang semua mendukung dan mensupport anak tersebut sesuai kapasitas lembaga masing-masing.” (Suri)