Dobrak Ketidakadilan, Tingkatkan Prospek Perempuan di Ranah Iptek
“Era demokrasi dewasa ini peluang perempuan untuk memperoleh kesetaraan gendernya menjadi lebih terbuka. Partisipasi dan peran perempuan harus diarahkan untuk bisa terlibat lebih besar, terkait peluangnya di ranah iptek dan pengambilan keputusan publik. Melalui perannya tersebut kaum perempuan diharapkan bisa melakukan pencerahan kemanusiaan universal.” Hal tersebut disampaikan oleh Siti Zuhro, Peneliti Bidang Perkembangan Politik Lokal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam Pengajian Ramadhan 1443 H Pra Muktamar ke-48 yang dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Kamis (21/4/2022).
Dengan jumlah perempuan yang sangat signifikan yakni sekitar 49% dari total penduduk Indonesia, menurut Zuhro, perempuan perlu bergerak dan masuk ranah publik, berkontribusi positif dalam membangun umat dan bangsa. “Perempuan harus memiliki kesadaran kelas, juga pride dan dignity untuk mendobrak ketidakadilan sistem sosial yang menimpa mereka, termasuk di dunia iptek. Prospek perempuan di dunia iptek tergantung pada seberapa besar kemampuannya dalam mendobrak ketidakadilan tersebut,” tegasnya. Zuhro menambahkan bahwa persepsi umum masyarakat yang mengaitkan masalah gender dengan faktor biologis telah merugikan partisipasi perempuan di dunia publik, termasuk di pemerintahan.
Lebih lanjut Zuhro menjelaskan bahwa menjadikan perempuan sebagai warganegara kelas dua hanya akan menjadikan mereka sebagai beban dan bukan sebagai aset negara. “Dalam konteks itulah, tantangan utama Muhammadiyah -‘Aisyiyah adalah bagaimana memajukan kaum perempuan agar mereka menjadi lebih agile dan adaptive di era new normal/disrupsi/digital yang penuh ketidakpastian saat ini dan ke depan.” Sebagai organisasi besar, menurut Zuhro, ‘Aisyiyah juga harus bisa menjadi inisiator, pelopor dan pemersatu kekuatan-kekuatan organisasi perempuan guna menyelamatkan umat dan bangsa dari berbagai persoalan.
Dalam pemaparannya yang berjudul ‘Permepuan dan IPTEK untuk Pencerahan Kemanusiaan Universal’ tersebut, Zuhro menyampaikan tiga cara untuk mendorong lebih banyak perempuan berkiprah di IPTEK. Pertama, role model; Kedua, kejelasan komitmen, yakni harus ada kejelasan dan komitmen memberikan peluang pada perempuan menduduki jabatan yang lebih tinggi. “Hal ini penting agar tak terkesan seperti glass ceiling atau tersamar tapi ada, dan memandang sebelah mata terhadap kemampuan/ kapasitas perempuan sangat merugikan,” ujarnya.
Ketiga, adanya motivasi pendorong. Ia memberikan contoh terkait pemberian beasiswa. “Misalnya beasiswa untuk perempuan tidak sama dengan laki-laki. Misalnya S2 untuk perempuan dan laki-laki maksimal umur 35 atau 30 tahun. Karena kendala laki-laki berbeda dengan perempuan, perlu kebijakan yang lebih memotivasi untuk kaum perempuan. Karena perempuan yang berusia 30-35 kadang sibuk dengan urusan rumah tangga, punya anak kecil yang harus disusui, atau mungkin baru memulai rumah tangga, sehingga tak memungkinkan untuk melanjutkan S2 dalam usia kisaran itu,” paparnya.
Di akhir pemaparannya Zuhro juga meminta kaum perempuan untuk tidak cepat berpuas diri dengan sepak terjangnya hingga saat ini. “Kaum perempuan perlu lebih serius lagi berbenah mempersiapkan diri untuk berkiprah sesuai dengan bidangnya masing-masing dengan achievement di atas rata-rata.” (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!