Hak Anak dan Perlindungan Anak dalam Islam
“Anak merupakan titipan Allah yang kelak akan hidup mandiri dan lepas dari orang tuanya. Karenanya ia harus dibekali dangan keimanan yang kuat serta diberikan hak-haknya dalam menjalani kehidupan.” Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Shoimah Kastolani dalam Kajian Rutin Webinar Series Sivitas Akademika Universitas Muhammadiyah Surakarta ke-13 pada Senin (29/11)
Dalam kajian yang mengangkat tema Fikih Perlindungan Anak ini, menurut Shoimah, dalam Islam anak memiliki kedudukan atau fungsi yang sangat penting, baik untuk orang tuanya sendiri, masyarakat maupun bangsa secara keseluruhan. Ia juga menyebutkan bahwa terdapat enam hak anak dalam perspektif Islam.
Pertama, Hak Hidup yang termuat dalam Q.S. al Isra’: 31. Dalam ayat ini dengan tegas menyebutkan bahwa setiap anak itu punya hak untuk hidup dan tumbuh berkembang sesuai dengan fitrahnya. Hak hidup ini bukan hanya dimulai sejak anak telah dilahirkan, tetapi sejak dalam kandungan dan bahkan sejak janin belum memiliki ruh sekalipun.
Kedua, Hak Kejelasan Nasab yang termuat dalam Q.S. al Ahzab: 5. Setiap anak yang lahir berhak mendapat kejelasan nasab, anak yang lahir dari pernikahan yang sah maka nasabnya adalah kepada bapaknya, kecuali jika anak lahir dari perzinaan maka nasabnya kepada ibunya. Demikian juga anak yang sejak lahir dirawat dan dibesarkan oleh orangtua angkat (diadopsi) juga berhak mendapat kejelasan nasabnya.
Ketiga, Hak Memperoleh ASI yang termuat dalam Q.S. al Baqarah: 233. Berkenaan dengan upaya perlindungan anak agar tumbuh sehat, dianjurkan memberikan air susu ibu (ASI) sampai dengan usia dua tahun. Menurut para ahli kesehatan ASI dapat membantu memberikan kekebalan (imun) pada anak.
Keempat, Hak untuk Memperoleh Asuhan yang Baik termuat dalam Q.S. al Ahqaf: 15 bahwa anak merupakan anugerah sekaligus amanah yang diberikan Allah Swt kepada keluarga. Dengan demikian keluarga atau orangtua bertanggungjawab untuk memenuhi hak-hak anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat, mendapatkan pendidikan yang baik, lingkungan (bi’ah) yang sehat dan juga mendapat asupan gizi yang cukup.
Kelima, Hak Pendidikan termuat dalam Q.S. al Tahrim: 6. Dimana orangtua menjaga dan melindungi anak-anaknya dari siksa api neraka, ini berarti iadiwajibkan untuk melakukan pendidikan dan pengajaran terhadap anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Keenam, hak kepemilikan harta benda. “Soal harta benda ini berkaitan dengan waris, jadi anak berhak mendapatkan harta warisan dari orang tuanya, ini bisa kita pelajari bersama,” kata Shoimah.
Lebih lanjut, Shoimah menyampaikan bahwa anak merupakan generasi masa depan suatu bangsa dan tumpuan harapan serta investasi masa depan paling agung bagi suatu bangsa. Menjaga keberlangsungan hidup dan tumbuh kembang anak seharusnya selalu menjadi prioritas utama. Karena itulah, Muhammadiyah menyusun Fikih Perlindungan Anak, suatu tuntunan yang komprehensif, mulai dari azas filosifis hingga praktisnya.
“Fikih” di sini dijelaskan oleh Shoimah sebagai totalitas pemahaman terhadap ajaran Islam yang terdiri dari norma berjenjang yang meliputi nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasyyah), prinsip-prinsip universal (al-ushul al-kulliyah), dan ketentuan hukum praktis (al-ahkam al-far’iyyah). Dengan demikian, gagasan Fikih Perlindungan Anak pun dibangun dengan mengikuti struktur norma berjenjang tersebut.
Fikih Perlindungan Anak menurut Shoimah, dibangun di atas tiga nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasyyah) yakni tauhid, keadilan, dan maslahat. Nilai tauhid meniscayakan keyakinan bahwa pada hakikatnya seluruh isi alam, termasuk anak, adalah milik Allah sebagaimana yang dijelaskan pada ayat di atas. Orangtua hanyalah pelaksana amanah dari Allah untuk merawat dan mendidik anak agar menjadi hamba Allah yang menaati segala aturan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
“Dari nilai tauhid ini kita sebagai orangtua mesti mendidik anak supaya tidak menjadi orang yang menyekutukan Allah atau syirik, melainkan menjadi hamba yang tunduk dan taat hanya kepada Allah Swt. Selain itu, kita juga harus mempersiapkan anak kita menjadi orang yang bermanfaat,” kata Shoimah.
Adapun nilai keadilan, maka dalam konteks perlindungan anak, ia bermakna memberikan hak anak dengan tepat atau membebankan kewajiban sesuai kemampuannya. Keadilan dalam Fikih Perlindungan Anaka juga berarti mencintai semua anak, memberikan hadiah atau sanksi tanpa diskriminasi. Nilai terakhir yakni maslahat yang berarti segala upaya merawat, mengasuh, melindungi, membesarkan dan mendidik anak hendaknya berbuah pada lahirnya kemanfaatan pada diri anak.
“Kita harus membimbing anak kita agar adil dan obyektif, seimbang antara hak dan kewajiban. Juga kita sebagai orangtua harus melindungi anak-anak kita agar terjaga agamanya, jiwanya, hartanya, keturunannya, dan akalnya,” tegas Shoimah.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!