Kepedulian Pada Dhuafa Mustadhafin, Pembeda Klinik ‘Aisyiyah
“Klinik ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah memiliki nilai pembeda dengan klinik lain, yakni tersematnya nilai al-Maun.” Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dalam acara ‘Pertemuan Klinik ‘Aisyiyah Seluruh Indonesia’ pada Sabtu (19/3/2022). Dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah secara daring ini diikuti oleh 155 peserta.
Noordjannah menyampaikan bahwa posisi amal usaha klinik Muhammadiyah pertama yang saat ini menjadi PKU adalah merupakan sebuah perlawanan dan usaha untuk memerdekakan masyarakat pada waktu itu yaitu masyarakat pra Indonesia. “Kyai Dahlan dengan al-Maun membuat gerakan dan keyakinan nilai al-Maun untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan masyarakat dan kehadiran kilinik ini memiliki psosisi yang amat strategis untuk perlawanan terhadap penjajah.”
Menurut Noordjannah pada waktu itu tidak mungkin ada warga biasa yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Pada masa penjajahan Belanda pelayanan kesehatan berkait dengan hal-hal yang beririsan dengan misionaris. Kemudian, banyak yang bisa mendapatkan layanan itu hanya kelompok tertentu bukan kelompok miskin Dhu’afa Mustadh’afin yang menjadi perhatian Kyai Dahlan.
“Kita harus melihat kembali visi misi secara nasional dan meneguhkan pembedanya ini, ini sebuah gerakan yang punya arti luar biasa pada jamannya dan kita kontekskan pada perkembangan sekarang. Klinik ‘Aisyiyah punya posisi yang sangat strategis karena situasi masyarakat Indonesia saat ini masih banyak warga yang dhuafa yang perlu perhatian kita,” ungkap Noordjannah. Hal ini menurut Ketua Umum ‘Aisyiyah menjadi konstelasi dan refleksi dalam menggerakkan klinik supaya para pengelola dan para direktur klinik semakin menguatkan klinik dalam konteks pergerakan Muhammadiyah yang di dalamnya ada ‘Aisyiyah.
Noordjannah menyampaikan terimakasih dengan ikhtiar pimpinan ‘Aisyiyah serta pengelola klinik yang telah sedemikian rupa memberikan arti bagi dakwh ‘Aisyiyah di tempat masing-masing. “Kami percaya untuk menghadirkan klinik yang semakin besar dan memberikan manfaat serta menempatkan posisinya semakin strategis itu tidak sederhana dan kendala tidak sedikit. Tapi kami percaya dan meyakini bahwa di persyarikatan bahwa penghidmatan, keikhlasan, dan kolaborasi yang selama ini menjadi kultur kita dan ada sistem yang dibangun agar supaya semua berjalan dan menghidupkan klink ‘Aisyiyah.”
Lebih lanjut Noordjannah juga berharap agar klink-klinik ‘Aisyiyah tidak semata berfokus pada kegiatan yang bersifat klinis saja tetapi juga dapat berkontribusi meningkatkan derajat pengetahuan kesehatan di masyarakat. Menurut Noordjannah, tantangan saat ini adalah juga bagaimana menghadirkan keluarga yang kuat dengan kesadaran kesehatan yang tinggi. Hal ini bisa diperan aktifkan oleh klinik yang bersinergi dengan kegiatan penguatan derajat kesehatan di masyarakat. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dibandingkan dengan jumlah layanan RS disebut Noordjannah menghasilkan ketidakberimbangan sehingga masih banyak masyarakat yang ada di pojok-pojok tempat yang tidak terjangkau sosialisasi kesehatan dan disanalah ‘Aisyiyah berdiri dengan segala kekuatan dan potensi yang dimiliki.
“Saya mendorong agar setiap pimpinan dapat memperbanyak relawan kesehatan atau mubalighat kesehatan supaya mendorong kemajuan dari klinik sehingga klinik akan disupport para mubalighat kesehatan untuk melakukan dakwah kesehatan di masyarakat.”
Noordjannah juga mendorong agar setiap klinik selalu mempunyai keinginan untuk berkembang dan maju, baik dengan perubahan bentuk menjadi lebih baik ataupun dengan penerapan sistem yang maju seperti digitalisasi layanan kesehatan. “Muhammadiyah ‘Aisyiyah cerdik, pandai, luwes, ubet, ulet jadi pasti bisa dengan tetap profesional tetapi kita tidak akan pernah meninggalkan ciri al-Ma’un dalam konteks berta’awun menjadi ciri khas klinik ‘Aisyiyah.” (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!