Komitmen ‘Aisyiyah Wujudkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
“‘Aisyiyah yang sudah 105th memiliki kekayaan pengalaman dan amaliyah yang sangat luar biasa karena semua yang kita lakukan, semua pemikian, semua pengalaman kita dan amaliyah kita harus menjadi catatan pengetahuan yang kita miliki untuk dikelola dengan baik.” Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini dalam acara “Inspirasi ‘Aisyiyah” yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.
Kegiatan yang merupakan semarak jelang Muktamar ke-48 ini dilaksanakan secara daring pada Sabtu (2/7/2022) dan menghadirkan empat orang kader ‘Aisyiyah yang telah memberikan perubahan bagi masyarakat di daerahnya masing-masing. Siti Noordjannah menyampaikan apreasiasinya kepada LPPA PP ‘Aisyiyah yang telah melaksanakan acara ini karena sharing best practices maupun pengelolaan pengetahuan organisasi (knowledge management) digencarkan oleh ‘Aisyiyah dalam dua periode terakhir.
Sharing praktik baik menurut Noordjannah adalah hal yang penting untuk dilakukan karena ‘Aisyiyah yang sudah berusia 105th memiliki kekayakan pengalaman dan amaliyah yang sangat luar biasa. Selain itu, sharing praktik baik juga akan membuat kader-kader ‘Aisyiyah belajar satu sama lain. Bagaimana ikhtiar yang dilakukan, bagaimana ide kreatif inovatif yang mampu mmewujudkan praktik baik amal kegiatan ibu-ibu ‘Aisyiyah. “Mendengarkan sharing dari knowledge management atau praktik baik dari ibu-ibu yang satu dengan yang lain, bahwa dari praktik baik itu ada ikhtiar luar biasa, ada kesungguhan, ada kolaborasi, ada keikhlasan, ada komitmen, dan ada kebersamaan untuk mewujudkan sebuah tujuan,” paparnya.
Noordjannah menyebut, para kader ‘Aisyiyah masa kini adalah penerus perjuangan para pendiri Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yakni Kyai Ahmad Dahlan dan Nyai Siti Walidah. Oleh karena itu segenap warga ‘Aisyiyah harus mampu meneruskan perjuangan para pendiri yang memiliki pemikiran progresif dan telah mendesain kehadiran ‘Aisyiyah sebagai organisasi yang mendorong para perempuan.
Ketua LPPA PP ‘Aisyiyah, Alimatul Qibtiyah menyampaikan bahwa pengelolaan pengetahuan organisasi menjadi sesuatu yang sangat penting dan sebagai organisasi perempuan berkemajuan, maka ‘Aisyiyah dalam memutuskan kebijakan maupun melaksanakan suatu kegiatan haruslah berdasarkan pada data pengalaman.
Dalam kegiatan perdana ‘Inspirasi Perempuan’ ini LPPA PP ‘Aisyiyah memetakan praktik baik yang akan diwakilkan kader ‘Aisyiyah dari lima Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA). “Tetapi saya yakin ibu-ibu yang lain memiliki pengalaman baik yang bisa didokumentasikan dan di sharing pengetahuan ini bisa disampaikan dan kita bersama-bersama akan dokumentasikan untuk menjadi kado Muktamar ke-48 di Bulan November akan datang.”
Praktik baik yang sudah dihasilkan para kader ‘Aisyiyah ini menurut Alimatul adalah suatu hal yang dilakukan dengan kerja keras dan komitmen, oleh karena itu harus disyiarkan untuk menjadi pembelajaran bersama. “Praktik baik ini menjadi sangat penting untuk kita ambil pelajarannya, suatu yang baik pasti bukan berangkat dari sim salabim, pasti mengalami perencanaan yang matang, pengawalan yang baik, dan keistiqomahan untuk mewujudkan tujuannya.”
“Inspirasi Perempuan” ini menghadirkan Lu’lu’Atul Ummah, pengelola BIKKSA PDA Kota Malang; Sri Moxsa Djalamang, dakwah di pelosok kepada Suku Loinang Tambiobong dari PDA Banggai; Hilda Lu’lu’in Nanda Alfira Devi, pengelola Gerakan Lumbung Hidup ‘Aisyiyah dari PDA Kediri; Indiyani Nur Chasanah, Pengelola Koperasi dari PDA Banyumas.
Sri Moxsa Djalamang, menyebut bahwa perhatian ‘Aisyiyah Banggai kepada masyarakat marginal, dalam hal ini masyarakat suku terasing sudah dimulai sejak tahun 2015. “Pada waktu itu yang kami bina adalah masyarakat terjauh di luar Kabupaten Banggai yakni Suku Loinang di tempat pemukiman rekayasa Desa Tombiobong.”
Sri Moxsa menyebut kerja dakwah di suku terasing ini dilakukan ‘Aisyiyah dengan lintas majelis dan juga menggandeng Muhammadiyah serta ortom seperti IPM dan Nasyiatul Aisyiyah. “Pada waktu kami datang prosentase suku masih banyak yang berdiam di hutan, yang di kampung hanya sedikit. Setelah melihat kondisi di sana, spirit al-Maun kami bangkit, kami mendiskusikan apa yang bisa diperbuat untuk memberdayakan masyarakat karena prosentase kemiskinan itu hampir 100%, kemudian mereka tidak kenal aksara, kalau sekarang terdapat 85% kepala keluarga tidak tahu huruf,” ujarnya.
Kepala PDA Banggai ini menyampaikan bahwa Tambiobong adalah sebuah dusun dengan induk desa berjarak sekitar 3 km melalui jalan setapak belukar kemudian menyebrangi empat sungai dengan debit air yang tinggi. Saking tingginya debit air, menurut Moxsa adalah hal yang mustahil mengunjungi desa saat musim penghujan tiba.
“Ibu-ibu sekalian bisa kita bayangkan betapa terisolasinya masyarakat di sana karena itu artinya juga mereka tidak bisa turun ke kampung jika musim penghujan, sehingga wajarlah kalau 85% dari mereka tidak mengenyam sekolah, anak-anak yang terpaksa sekolah itu akan sekolah di usia yang sudah tua.” Usia SD yang normalnya 7 tahun, maka anak-anak Tombiobong disebut Moxsa baru bersekolah jika mereka berusia 10-11 tahun. Hal ini dikarenakan mereka harus cukup besar untuk bisa berangkat sekolah yang harus menyebrangi sungai.
Sri Moxsa menyebut, satu tahun setelah ‘Aisyiyah masuk ke Tombiobong sudah ada perkembangan yang luar biasa. ‘Aisyiyah sudah mendirikan TK ABA walaupun sederhana, masyarakat sangat gembira sekali karena anak-anak mereka yang berusia 2-3 tahun sudah bisa mengikuti kegiatan pendidikan anak usia dini. “Alhamdulillah Masya Allah setelah 3th berjalan, anak-anak sudah bisa membaca huruf latin dan Qur’an dengan hapalan surat pendek,” kisahnya.
Mengapa ‘Aisyiyah Banggai bergiat melakukan dakwahnya kepada masyarakat di suku terpencil ? Moxsa menyebutkan ada empat hal yang menjadi penyemangat. Pertama, karena ingin menjadi Khaoirunnas Anfauhum Linnas atau sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat kepada yang lain. “Saya yakin semua kita ingin Khaoirunnas Anfauhum Linnas dan menurut saya dan teman-teman, dengan melakukan pemberdayaan dan pembangunan di suku terasing nilainya akan tinggi.”
Kedua, merealisasikan cita-cita ‘Aisyiyahh Kabupaten Banggai untuk melahirkan masyarakat madani dengan Qaryah Thayibah. “Saya bangga sekali dengan konsep Qaryah Thayibah ‘Aisyiyah, di mana dengan satu desa ini kita bisa melahirkan banyak hal yang manfaatnya juga banyak sekali.” Cita-cita ini disebut Moxsa sudah dicanangkan oleh ‘Aisyiyah Banggai sejak tahun 2005 akan tetapi ‘Aisyiyah kesulitan menemnukan desa yang bisa dibentuk dari awal menjadi desa Qaryah Thayyibah di Banggai kota.
Ketiga, ‘Aisyiyah adalah termasuk salah satu organisasi yang berkomitmen dalam upaya percepatan pencegahan stunting. Bahkan sejak tahun 2016 telah diminta oleh Pemerintah Kabupaten Banggai untuk masuk ke tim gugus percepatan penurunan dan pencegahan stunting. “Percepatan penurunan dan pencegahan stunting ini sangat terintegrasi sekali dengan Qaryah Thoyibah di mana kita harus memperhatian rumahnya, air bersihnya, makanannya, kesehatan lingkungan, dan ini upaya-upaya ini otomatis juga akan melibatkan banyak majelis.”
Keempat,’Aisyiyah Banggai ingin memiliki amal usaha dari bentuk inovasi dakwah yang dilakukan. “Kami ingin memiliki amal usaha dari bentuk invoasi dakwah, kami ingin ada hal baru dan berbeda dari organisasi lain sehingga syiar ‘Aisyiyah akan menonjol.”
Kelima, masyarakat di sana itu perlu disentuh. Disebut Moxsa bahwa 85% kepala keluarga di Tombiobong tidak pernah sekolah. “Hanya tiga orang yang sekolah, satu orang lulus SD, yang dua lain setelah bisa membaca mereka membantu orangtua bekerja di hutan. Mereka sangat butuh untuk diberdayakan oleh karena itulah mengapa kita melakukan kerja ini di Tombiobong.”
Kerja dakwah ‘Aisyiyah Banggai di Tombiobong tidak hanya melahirkan TK ABA untuk pendidikan anak usia dini, tetapi bekerjasama dengan Muhammadiyah juga telah berdiri Sekolah Dasar di sana. Selain itu, ‘Aisyiyah juga melakukan pendidikan keaksaraan bagi para orang dewasa melalui forum majelis taklim Batu Musina.
Sri Moxsa bersyukur sejak tahun 2019 sudah dibangun jembatan gantung untuk akses ke Desa Tambiobong, sudah tersedia jalan walaupun belum diaspal, dan sudah berdiri Poskesdes di desa. Selain itu, kegiatan ‘Aisyiyah di Tombiobong juga menjadi perhatian Pemerintah Daerah karena kerja yang dilakukan ‘Aisyiyah di Tombiobong juga menyasar pola hidup bersih dan sehat untuk mendukung penurunan serta pencegahan stunting. “Hingga saat ini hanya ‘Aisyiyah yang bertahan melakukan upaya percepatan penurunan dan pencegahan stunting dan kami mendapatkan penghargaan dari BKKBN karena terus istiqomah menjalankan kemitraan dengan Pemda.” (Suri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!