LBSO PP ‘Aisyiyah Mengharmonikan Dzikir dan Shalawat dalam Bingkai Dakwah Kultural
Yogyakarta – Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah kembali menyelenggarakan forum budaya bertajuk ‘Aisyiyah Bicara Budaya #4 – Senandung Dzikir dan Shalawat pada Sabtu, (17/5/25), bertempat di Aula Lantai 2 Gedung PP ‘Aisyiyah serta secara daring. Acara ini diikuti oleh 35 peserta luring dan 250 peserta daring dari seluruh Indonesia. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Milad ke-108 ‘Aisyiyah dan menjadi ruang penguatan dakwah kultural dengan semangat pencerahan. Ketua Lembaga Budaya Seni dan Olahraga (LBSO) PP ‘Aisyiyah, Widyastuti, dalam sambutannya menegaskan bahwa ‘Aisyiyah tidak menolak budaya, namun bersikap selektif agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai ke-Muhammadiyahan. Ia juga mengumumkan peluncuran shalawat versi ‘Aisyiyah, sebagai alternatif bacaan shalawat yang edukatif dan religius untuk digunakan dalam berbagai pengajian.
Siti Aisyiyah, Ketua PP ‘Aisyiyah yang hadir memberikan pengantar menyampaikan bahwa senandung dzikir dan shalawat sangat relevan sebagai media spiritual yang indah dan berdampak. “Budaya adalah bagian dari kehidupan masyarakat. ‘Aisyiyah hadir untuk membalutnya dengan nilai-nilai Islam yang tinggi, bijaksana, dan transformatif,” ujarnya.
Siti Bahiroh, Wakil Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP ‘Aisyiyah dalam kesempatan tersebut mengangkat pentingnya membingkai tradisi seperti tahlilan dengan pendekatan bijaksana. Ia mencontohkan bentuk pengajian dan tadarus sebagai pengganti tahlilan konvensional, dan pentingnya memberi edukasi kepada masyarakat tanpa konfrontasi. Sementara itu, Chusniatun, dari LBSO PP ‘Aisyiyah menegaskan bahwa membaca tahlil dan shalawat adalah ibadah yang dapat meningkatkan keimanan jika dilakukan sesuai tuntunan. Ia menggarisbawahi lima kriteria tradisi yang baik dalam Islam: sesuai syariat, menambah iman, bebas dari unsur syirik, membentuk kemaslahatan, dan mendorong pencerahan peradaban.
Shalawat sebagai Dakwah Kultural
Melengkapi sesi diskusi, Wawan Gunawan Abdul Wahid dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menegaskan pentingnya menghindari penyimpangan dalam pelaksanaan tradisi. Menurutnya, shalawat dapat menjadi sarana dakwah yang kuat bila tetap menjaga marwah dan ruh spiritualitas, termasuk diperbolehkannya rebana dan aransemen musik tertentu seperti orkestra bernuansa religius.
Dalam sesi tanya jawab, para peserta antusias membahas konsep hadroh dan shalawat versi Aisyiyah. Disampaikan bahwa seni dalam dakwah diperbolehkan selama tidak mengarah pada maksiat dan tetap dalam koridor nilai Islam. Acara ini menegaskan bahwa dzikir, shalawat, dan tahlil bukan sekadar ritual, tetapi juga wahana dakwah dan transformasi sosial. ‘Aisyiyah Bicara Budaya #4 menjadi bukti bahwa tradisi dapat dirajut bersama nilai-nilai Islam untuk membangun peradaban yang mencerahkan.