Muhammadiyah Tidak Ahistoris dan Tidak Bergumul dengan Perebutan Kekuasaan
“Saya fikir sejarah Muhammadiyah-‘Aisyiyah dalam konteks ikut menghadirkan republik ini, membesarkan, menguatkan kohesivitas dari warga bangsa ini perlu menjadi kajian-kajian dan sejarah yang harus terus dirawat,” tuturnya. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini dalam pelantikan Rektor UNISA Bandung periode 2021-2025 pada Selasa (26/10).
Dalam kesempatan tersebut Noordjannah mendorong Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah banyak mengangkat sejarah terkait andil Persyarikatan dalam membangun Republik Indonesia. “Bagaimana sejarah kehidupan dan kesejarahan peran-peran Persyarikatan termasuk ‘Aisyiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya saja Persyarikatan ini kan punya watak dan kultur, karakter jelas yang kita uri-uri. Kita rawat, kita kuatkan untuk tidak mau menjadi model yang membiasakan untuk (bersikap) ahistoris,” imbuhnya.
Meski mengangkat sejarah mengenai peran Persyarikatan yang amat luas bagi eksistensi Republik Indonesia, ikhtiar ini dianggap bagian dari tradisi ilmiah untuk mengingatkan semua pihak bahwa Republik Indonesia berdiri bukan karena jasa satu golongan saja, tapi oleh berbagai pihak baik dari beragam suku dan kepercayaan.
“Kita ingin bersama-sama bahwa kehadiran republik ini telah diberikan kontribusinya, diikhtiarkan secara luar biasa oleh banyak pihak dan bukan untuk satu golongan. Bukan untuk satu golongan. Sekali lagi bukan untuk satu golongan. Kita tidak perlu dengan amarah tetapi kita luruskan hal-hal yang memang bengkok dalam memahami negeri ini,” ujar Noordjannah.
Alasan lain dirinya mendorong PTM-PTMA mengawal sejarah agar generasi masa depan tidak mendapatkan pemahaman yang keliru terkait sejarah negara mereka sendiri. “Kalau sesuatu sejarah saja yang nyata itu dipermainkan, lantas apa yang mau kita berikan kepada negeri ini dan apa yang mau kita contohkan pada generasi yang akan datang? Banyak sejarah yang sekarang ini model seakan-akan digiring-giring ke mana dan di sinilah perguruan tinggi memiliki peran,” pesannya.
Lebih jauh, Noordjannah mengingatkan agar dalam ikhtiar itu kultur Muhammadiyah yakni amanah dan objektif tetap dijaga oleh para kader dan anggota Persyarikatan. “Muhammadiyah selama ini dengan kemandiriannya yang kuat juga mendapatkan kepercayaannya yang alhamdulillah kita syukuri sampai saat ini dengan posisinya yang jelas sebagai organisasi sosial keagamaan, tidak bergumul dengan perebutan kekuasaan tapi bagaimana kita bisa mewakafkan, memberi, berkontribusi pada kepentingan bangsa dan negara kita,” jelasnya.
“Jadikan UNISA sebagai faktor penggerak untuk menjadikan organisasi ini memberi kontribusi yang luas dan besar bagi semua pihak pada kepentingan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan semesta. Dan tidak akan pernah yang namanya Persyarikatan Muhammadiyah bergerak, berfikir, memberi sesuatu atau memperbesar dirinya hanya untuk kalangan sendiri karena itu bukan tujuan Persyarikatan Muhammadiyah,” tegasnya.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!