Salmah Orbayinah : ‘Aisyiyah Berperan Cegah Korupsi Melalui Penguatan Nilai di Keluarga dan Sekolah
Yogyakarta – Korupsi merupakan tindakan yang dapat merusak setiap sisi kehidupan, mulai dari kehidupan sehari-hari bahkan pada tingkat berbangsa dan bernegara. Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PP ‘Aisyiyah), Salmah Orbayyiyah saat menyampaikan keynotespeech dalam webinar ”Mencari Model dan Strategi Anti Koprupsi yang Efektif dan Inovatif” yang diadakan oleh Majelis Hukum dan HAM PP ‘Aisyiyah pada Sabtu (12/10/24).
Salmah menyebut, data Indonesian Corruption Watch (ICW) bahwa pada tahun 2023, kerugian negara akibat korupsi mencapai angka fantastis, yaitu Rp28,4 triliun. Jumlah tersebut tidak hanya sekadar angka diatas;kertas, tetapi mencerminkan perilaku yang merampas hak-hak masyarakat, terutama mereka yang lebih membutuhkan.
“Dari uang sebesar itu, banyak yang bisa dilakukan. Misalnya, membangun sekolah-sekolah ‘Aisyiyah, membuka perguruan tinggi, menciptakan lapangan pekerjaan, menyediakan sarana air bersih bagi daerah-daerah yang membutuhkan, hingga mensejahterakan guru-guru TK ABA yang penghasilannya masih minim.”
Salmah juga menjelaskan bahwa dalam Islam, korupsi dikenal dengan istilah hulul dan hosab. Hulul adalah istilah untuk penggelapan atau pengkhianat atas amanah yang seharusnya dijaga, sementara hosab berarti penguasaan sesuatu dengan cara yang tidak benar. Larangan korupsi dalam Islam ini menurut Salmah jelas, salah satunya adalah dalam Surat Al-Baqarah, yang menegaskan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang batil.Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menjaga amanah dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam jabatan politik yang harus dijaga demi kepentingan publik, bukan untuk memperkaya diri atau kelompok.
‘Aisyiyah, sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah, disebut Salmah telah menunjukkan komitmen dalam isu pemberantasan korupsi sebagaimana yang sudah tercantum dalam isu dan permasalahan yang dibahas di Muktamar ke-48 pada tahun 2022 di Surakarta. Dalam tanfidz keputusan Muktamar yang ada di dalam isu dan permasalan politik, maka isu politik adalah menjadi suatu tantangan yang harus dihadapi dan menjadi amanah Muktammar ke-48 di Surakarta.
”Tantangan terbesar demokrasi di Indonesia adalah rendahnya pemahaman yang ada dan kesadaran budaya politik yang luhur, adiluhung, dan juga berdimensi moral etis baik pada institusi keluarga,masyarakat, maupun negara,” ujar Salmah.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti upaya Muhammadiyah melalui MajelisTarjih danTajdid, yang pada tahun 2006 menerbitkan Fikih Anti Korupsi : Persefekttif Ulama Muhamdiyah, sebuah buku yang membahas mengenai upaya pemberantasan korupsi. Buku ini menggali sumber-sumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta membahas motif utama korupsi yakni keserakahan, kebutuhan, dan peluang.
Dalam mencegah korupsi, ‘Aisyiyah berperan melalui penguatan nilai-nilai amanah dan keadilan, yang harus dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan di TK ABA dengan mengajarkan nilai-nilai anti korupsi kepada anak-anak sejak dini, menggunakan modul-modul edukasi yang menarik dan mudah dipahami.
Salmah juga menegaskan bahwa ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah harus menjadi mitra strategis dalam memberantas korupsi, bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), media, LSM, dan organisasi masyarakat lainnya. Menurut beliau, gerakan anti korupsi ini tidak hanya berfokus pada lembaga politik, tetapi juga menyentuh berbagai aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan yang harus diatasi untuk membangun bangsa yang lebih adil dan bermartabat.
Sebagai penutup, Salmah berharap agar webinar ini dapat menghasilkan strategi gerakan antikorupsi yang inovatif, yang nantinya dapat disebarluaskan ke seluruh anggota ‘Aisyiyah di seluruh Indonesia seperti yang telah diamanahkan pada Muktammar ke-48. (Rere)