Strategi Kembangkan Ketangguhan RS Muhammadiyah ‘Aisyiyah
Misi penolong kesengsaraan umum sebagai visi misi awal tidak boleh ditinggalkan dalam pengembangan rumah sakit Muhammadiyah ‘Aisyiyah (RSMA). Hal tersebut diungkap oleh Agus Syamsuddin, Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam Seminar Pra Muktamar Universitas Muhammadiyah (UM) Palembang.
Seiring perkembangan teknologi digital, perubahan perilaku, regulasi, ekonomi, dan kompetisi, Agus menyebut bahwa Rumah Sakit Muhammadiyah ‘Aisyiyah (RSMA) perlu meningkatkan diri dan berbenah menuju keunggulan. Disampaikan oleh Agus, di Indonesia sekarang sudah ada 3000 ribu rumah sakit dan kontribusi rumah sakit swasta yang berjejaring bisa sebesar 10-20% dari segi jumlah apalagi dari sisi omset. “Misalnya satu rumah sakit di Jakarta itu omsetnya bisa sampai 750 milyar pertahun ini kan luar biasa kemudian siapa yang bisa berubah disitu tentu saja di kelas-kelas tertentu. Nah ini tantangan yang sangat luar biasa oleh karena itu kita harus melihat ini sebagai sebuah untuk membantu kita meningkatkan semangat bahwa disrupsi maupun perubahan-perubahan ini sebagai keniscayaan yang harus kita alami,” terangnya.
Sebagai amal usaha persyarikatan, menurut Agus ada hal yang tidak boleh berubah tetapi ada yang harus berubah. “Yang harus tetap adalah misi awalnya sebagai penolong kesengsaraan umum, itu tidak boleh berubah tetapi yang harus berubah adalah way of doing bisnisnya (cara melakukan bisnisnya), digitalisasi gimana, keunggulan medis gimana, dan menurut saya framework ini tidak hanya untuk rumah sakit tetapi juga untuk perguruan tinggi.”
Agus menegaskan bahwa bisnis dan kemanusiaan itu tidak boleh dipertentangkan tapi bagaimana usaha Rumah Sakit ini lebih bagus sehingga amal Persyarikatan menjadi lebih baik. Menurut Agus, kuncinya adalah bagaimana mendefinisikan secara lebih detail bisnis kita. Agus mencontohkan amal usaha di Jawa Timur yang menetapkan bahwa 5% dari amal usaha itu untuk dakwah. Maka jika memang direncanakan dari awal bahwa 5% dari pendapatan Rumah Sakit dilakukan untuk dakwah maka dana tersebut bisa digunakan untuk amal dan dakwah yang lebih banyak. “Atau kita bisa mengatakan bahwa di mana ada Rumah Sakit maka Persyarikatan akan lebih hidup karena dia bisa membantu menggerakkan Muhammadiyah ‘Aisyiyah dan ortom secara keseluruhan,” sambungnya.
Kedua, kata Agus, dari sisi tujuan usaha, pertumbuhan bisnis misalnya ketika pemasukan hanya 5% sementara biaya yang dikeluarkan 10% maka kalau ini dibiarkan terus menerus maka amal usaha tidak akan bertahan karena rugi. Maka karena itu harus dipikirkan bagaimana usaha kita itu harus lebih agresif dan pertumbuhannya selalu di atas inflasi sehingga kita masih bisa tumbuh dan mengembangkan usaha. Agus juga menyampaikan terkait digitalisasi dan kolaborasi yang merupakan suatu keharusan. Sehingga menurutnya tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan itu perlu dilanjutkan dengan eksekusi.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan juga strategi yang diperlukan untuk melakukan eksekusi. Pertama, sebagai Rumah Sakit Islam, maka konsep Islaminya harus ada. Kedua, kita harus memiliki keunggulan. “Saya melihat Rumah Sakit Muhammadiyah di kota-kota besar itu rata-rata masuk kelas 2, tetapi kita cukup bagus disitu, hanya saja tantangannya bagaimana di Ibukota Provinsi lebih bagus lagi.”
Ketiga, adalah bagaimana membangun membangun ketangguhan dari sisi finansial, SDM, dan sistem. Agus berharap ketiga strategi itu menjadi keunggulan tersendiri bagi RSMA dan akan membantu seluruh elemennya bekerja lebih baik.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!