Tak Ribut Ijin Usaha Tambang, ‘Aisyiyah Dorong Akselerasi Energi Baru Terbarukan
YOGYAKARTA – Dukungan untuk mendorong akselerasi energi baru terbarukan alih-alih menerima konsesi tambang bagi organisasi masyarakat terkemuka dalam Webinar ‘Aisyiyah Update #4 “Izin Pertambangan bagi Organisasi Masyarakat : Berkah atau Musibah?” yang dilaksanakan Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (LPPA PP ‘Aisyiyah) pada Sabtu (8/06/24).
Dalam acara yang berlangsung secara daring ini, Herni Ramdlaningrum dari Divisi Riset LPPA PP ‘Aisyiyah menyebutkan bahwa menjadi momentum bagi Muhammadiyah ‘Aisyiyah dalam memberikan dukungan bagi energi baru terbarukan di Indonesia. Menurutnya dunia telah bergerak menuju transisi energi baru dan terbarukan yang berkeadilan. Dan Indonesia sendiri telah menandatangani kesepakatan global juga memberikan komitmen dalam Emisi Net Zero pada 2060. Pemerintah Indonesia sendiri sudah menyampaikan akan melakukan pension dini bagi sejumlah PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap).
Menurut Herni, ini menjadi momentum bagi Muhammadiyah ‘Aisyiyah dalam memberikan dukungan bagaimana energi baru terbarukan bisa dilanjutkan, bisa diakselerasi dan dilaksanakan dengan seadil-adilnya. “Jangan balik arah, jangan mundur dengan meneriuma IUP Batubara. Tetapi kita mendorong pemerintah melaksanakan energi baru terbarukan,” tegasnya.
Dorongan bagi energi baru terbarukan ini disebut Herni harus diutamakan karena sudah nyata dampak lingkungan maupun dampak sosial bagi masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di daerah tambang. “’Aisyiyah harus ikut memberikan peringatan, bahwa jika kita tidak melakukan perubahan dan kita tidak mengingatkan atas apa yang dapat terjadi, jika kita mengambil tawaran ini maka sebenarnya kita mengantarkan bumi pada kerusakan,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Parid Ridwanuddin dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah yang dengan tegas menyebutkan bahwa pertambangan bagi ormas itu bukanlah jalan keselamatan bagi masyarakat. “Kami di LHKP PP Muhammadiyah dengan tegas melihat bahwa pertambangan terutama batu bara untuk ormas itu bukan jalan yang selamat untuk keselamatan kita di masa yang akan dating. Terlebih kita hidup di situasi krisis iklim dan yang kedua kita harus memprioritaskan menyelamatkan kehidupan generasi yang akan datang atau yang disebut dengan keadilan lintas generasi,” terang Parid.
Menurutnya persoalan tambang harus dilihat dari kacamata yang lebih besar yakni keselamatan planet bumi dan keselamatan generasi yang akan dating. Aktivitas pertambangan disebut Parid adalah aktivitas ekstraktivisme yang menjustifikasi penghilangan bahan alami untuk melayani kepentingan pihak lain, bukan masyarakat yang tinggal di tempat itu. Dimana ekstraktivisme ini selalu menimbulkan kekerasan dan kehancuran. “Pandangan ini mempunyai keyakinan bahwa selalu ada tempat lain untuk dituju dan dieksplotasi begitu saja, pertambangan ini short term economy atau ekonomi jangka pendek jadi kalau dia habis, dia hanya akan pindah menyisakan lubang tambang dan pergi ketempat baru,” tegasnya.
Dari berbagai permasalahan yang muncul akibat aktivitas pertambangan, Parid Ridwanuddin menyebut agar memperhatikan Kaidah Usul Fiqh. Kaidah yang sangat penting Dar’ul Mafasid Muqaddamun Ala Jalbil Masalih yang artinya mencegah kerusakan harus lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. “Karena kalau kita sudah mengantisipasi kerusakan maka keuntungan akan datang tetapi jika kita mendahulukan keuntungan bisa jadi krisis yang tidak kita antisipasi akan terjadi,” ucapnya.
Hal ini juga sejalan dengan pesan al-Qur’an dalam surat al-A’raf 157. “Dan dihalalkan bagi kita semua yang baik-baik, semua yang bersih, semua yang adil, semua yang berkelanjutan, tetapi diharamkan semua yang buruk-buruk yang menyebabkan krisis yang menyebabkan kerusakan. Ini jelas dalam al-Qur’an,” tegas Parid.
Hening Parlan dari Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP ‘Aisyiyah menyebutkan bahwa bencana alam dan ekologi akibat tambang adalah nyata. Indonesia sebagai negara yang berada di Kawasan ring of fire memiliki potensi karena banyak mineral tetapi juga memiliki potensi rawan bencana. Terlebih menurut Hening, Lokasi pertambangan banyak yang berada di area rawan bencana gempa, tsunami, dan tanah longsor. Ia menyebutkan data bahwa 131 ijin pertambangan dikawasan risiko gempa bumi dengan luas mencapai 1.6juta hektar. 2104 konsesi pertambangan yang ada di lokasi yang berisiko banjir dengan luas 4.5jt hektar. Serta 744 konsesi pertambangan di daerah yang berpotensi longsor. “Kalau lokasinya sudah jelas di lokasi rawan maka pergerakan apapun di lokasi tambang akan berpotensi menimbulkan bencana,” ucap Hening.
Belum lagi berbagai dampak maupun risiko lain yang dapat timbul di daerah Lokasi tambang. Bagaimana laporan Komnas HAM pada tahun 2020 menyebutkan bahwa lebih dari 143 anak meninggal akibat tenggelam di lobang tambang. Termasuk risiko Kesehatan serius yang harus diterima masyarakat akibat polusi dari pembakaran batu bara. Selain itu Hening juga menyoroti fakta bahwa saat pembangunan infrastruktur tambang sangat berisiko menimbulkan konflik terutama saat pembebasan lahan dan juga dampak lingkungan. Usaha pertambangan yang ada di Indonesia juga disebut hanya memperkaya segelintir orang saja, tercatat ada 10 orang terkaya di Indonesia yang muncul dari usaha tambang. Sebaliknya, ada peningkatan kemiskinan di daerah tambang. Ini artinya, usaha tambang bukanlah tidak menunjukkan ekonomi yang berkeadilan sosial.
Hening juga meminta semua pihak dalam kaitannya dengan konsensi tambang ini untuk belajar lebih dalam lagi tentang data yang harus kita baca agar bisa menentukan dengan jernih atas sikap yang akan diambil. “Keputusan yang diambil adalah keputusan yang harus melihat data, bukan hanya kehati-hatian tetapi juga aspek keadilan yang sangat penting,” pungkasnya.
Lebih lanjut ia mendukung Muhammadiyah ‘Aisyiyah bisa memberikan alternatif dengan secara serius mengembangkan energi terbarukan yang berbasis komunitas. “Ada alternatif yang sangat baik yang dapat memberikan kita posisi yang lebih dekat dengan rakyat dan memberikan manfaat yang lebih besar. Energi terbarukan yang berbasis komunitas bisa menghasilkan 10.39 Triliun dalam 25 tahun, labanya besar kalau kita mau mengerjakan, berpotensi menurunkan kemiskinan 60 juta orang dan peluang kerja bagi 96 juta warga.”
Kegiatan diskusi ini adalah langkah awal bagi LLPA PP ‘Aisyiyah untuk mengodok masukan yang akan diberikan kepada PP ‘Aisyiyah. Khusnul Hidayah selaku Bendahara LPPA PP ‘Aisyiyah, dalam sambutannya menitik beratkan perhatian ‘Aisyiyah terkait dampak tambang bagi perempuan. Menurutnya berbagai laporan yang pernah disampaikan menujukkan bahwa akibat dari operasi pertambahan ini kaum perempuan mengalami penderitaan berkali lipat. “Mereka tidak hanya diusir karena tanah mereka diambil tetapi juga kehilangan atas pencaharian yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar.” Selain itu Khusnul juga menyebut bahwa kompensasi tambang yang biasanya diterima oleh laki-laki lebih banyak dipergunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bagi keluarga seperti minuman keras, pekerja seks komersial, dsb. “’Aisyiyah melalui LPPA berharap bisa memberikan masukan atau rekomendasi apakah perlu atau penting bagi Muhammadiyah menerima konsesi tambang ini.” Menurutnya jangan sampai reputasi kerja-kerja Muhammadiyah yang didukung oleh kerelawanan akan rusak nantinya jika berhadapan dengan berbagai problem tambang yang akan dialami masyarakat. (Suri)