Bagaimana Pandangan Muhammadiyah Mengenai Keluarga Berencana? (Bagian 2)
Pada artikel Bagaimana Pandangan Muhammadiyah Mengenai Keluarga Berencana? (Bagian 1) sudah dijelaskan mengenai pengaturan kehamilan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Pada bagian kedua ini kita akan membahas mengenai apa yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat kontrasepsi?
Dalam memilih alat kontrasepsi KB, pasangan suami isteri seharusnya bermusyawarah untuk menyepakati alat kontrasepsi yang aman dan sehat sesuai dengan kesehatan fisik dan kondisi psikis suami isteri. Sebagai muslim, pasangan suami isteri juga perlu memperhatikan pertimbangan hukum Islam tentang alat kontrasepsi. Pencegahan kehamilan yang dianggap berlawanan dengan ajaran Islam ialah sikap dan tindakan dalam perkawinan yang dijiwai oleh niat segan mempunyai keturunan.
Ketika seorang perempuan memilih alat kontrasepsi, hal penting yang harus diperhatikan adalah kesesuaian alat kontrasepsi yang digunakan dengan kondisi fisik perempuan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya sebagian besar perempuan memilih dan menggunakan alat kontrasepsi namun tidak selalu sesuai dengan kondisi fisiknya. Mengapa demikian? Kondisi ini dikarenakan para perempuan kurang mendapatkan informasi secara komprehensif tentang alat kontrasepsi bagi tubuhnya, problem ketersediaan dan keterjangkauan harga kontrasepsi, serta sikap malu terbuka auratnya.
Permasalahan yang lain, bahwa KB dengan menggunakan alat kontrasepsi selalu ditekankan pada perempuan dan seperti menjadi tanggung jawab perempuan. Padahal seharusnya tidak demikian, karena untuk mencapai kehidupan keluarga yang sakinah atau sejahtera merupakan tanggung jawab suami-istri termasuk dalam menjalankan keluarga berencana.
Mengingat penggunaan alat-alat kontrasepsi memiliki kelebihan dan kelemahan, baik terkait dengan karakter alat maupun kondisi masing-masing individu yang rentan terhadap alkon tertentu, maka dalam memilih alat kontrasepsi, pasangan suami isteri sebaiknya berkonsultasi dengan dokter atau bidan yang memiliki kompetensi. Bagaimana pandangan agama mengenai pemasangan alat kontrasepsi yang mengharuskan membuka aurat? Malu terlihat auratnya merupakan salah satu alasan yang paling sering disampaikan perempuan ketika memberikan alasan menghindari penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang, yaitu IUD/spiral. Padahal alat kontrasepsi ini lebih aman karena bukan hormonal dan bersifat jangka panjang. Namun dikarenakan alasan malu terlihat auratnya ketika pemasangan IUD, maka penggunaan alat kontrasepsi ini sangat minim. Dengan demikian, perempuan telah mempertaruhkan kesehatan tubuhnya karena sikap malu,
terlebih kalau suaminya juga tidak mengijinkan istrinya terlihat auratnya karena dipasang spiral/IUD.
Dalam pandangan Islam, pada dasarnya seluruh tubuh perempuan itu aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Aurat perempuan harus ditutup, kecuali dihadapan mahramnya dan sesama muslimah (Q.S. an-Nur [24] : 31) Namun ketika ia memilih alat kontrasepsi yang pemasangannya mengharuskan membuka aurat maka sesungguhnya saat itu ia berada pada satu keadaan yang jika tidak dilakukan pemeriksaan pada bagian aurat dimaksud, akan terjadi kesulitan dalam pemasangan alat kontrasepsi sehingga akan mengalami resiko yang tidak diinginkan, misalnya terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau alasan kesehatan. Membuka aurat untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan, dalam ajaran Islam dibolehkan. Penetapan hukum atas kasus-kasus semacam ini dibenarkan dengan menggunakan metode istihsan. Dengan menggunakan metode istihsan ini sesuatu yang hukumnya dilarang menjadi dibolehkan atau sebaliknya karena adanya alasan syar’i. Tujuannya adalah untuk menghilangkan beban dan kesukaran (nafyul-haraji wal- masyaqqati). Penggunaan metode istihsan melandaskan pada ayat al-Quran.
“Mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Al-Zumar [39]: 18). “Dan ikutilah apa yang paling baik yg telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS. az-Zumar [39]: 55)
Selain itu, terdapat kaidah fiqhiyyah yang mendukung, yaitu kemudaratan itu harus dihilangkan, kemudaratan itu membolehkan larangan-larangan, dan sesuatu yang ditetapkan karena darurat ditetapkan sekedar kedaruratannya. Atas dasar kaidah-kaidah di atas maka alat kontrasepsi IUD boleh digunakan. Demikian pula jika terdapat perkembangan alat kontrasepsi selain IUD dengan cara pemasangan yang sama maka pengambilan hukum menggunakan metode istihsan. Penjelasan ini berlaku pula bagi pertanyaan tentang
pandangan agama mengenai pemeriksaan IVA/Pap Smear yang mengharuskan membuka aurat.