Usia Pernikahan dalam Keluarga Sakinah (Bagian 2)
Pada pembahasan Usia Pernikahan dalam Keluarga Sakinah (Bagian 1) kita membahas landasan normatif Al-Qur’an tentang usia pernikahan. Bahwa Al-Qur’an mengisyaratkan pentingnya kematangan usia perkawinan. Pada pembahasan kali ini kita akan mengulas mengenai hadis tentang usia pernikahan Aisyah.
Hadis yang seringkali dijadikan rujukan praktek pernikahan anak adalah :
Dari ‘Aisyah bahwa Nabi saw menikahinya ketika berumur 6 tahun dan memulai hidup bersama ketika usianya 9 tahun (HR. Bukhari)
Dalam hal ini, riwayat tersebut mesti dibaca dalam perspektif sosiologis dan budaya masyarakat Arab saat itu. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat bahwa ‘Aisyah dipersunting Nabi Muhammad berdasarkan perintah Allah yang hadir melalui mimpi. Nabi Muhammad mengisahkan mimpinya kepada ‘Aisyah “Diperlihatkan kepadaku tentang dirimu dalam mimpiku sebanyak 2 kali. Aku melihatmu pada sehelai sutra dan ia (malaikat) berkata kepadaku, “inilah istrimu, maka lihatlah,” ternyata perempuan itu adalah dirimu, lalu aku mengatakan, “jika ini memang dari Allah maka Dia pasti akan menjadikan hal itu terjadi” (HR. Bukhari).
Dalam kaitan ini juga perlu dicatat bahwa ‘Aisyah adalah satu-satunya istri Nabi yang dipersunting kala gadis dan muda. Pernikahan dengan ‘Aisyah dimaksudkan sebagai cara untuk memelihara ilmu-ilmu Islam yang berkaitan dengan al-ahwal asy-yakhisyah karena apa yang dilakukan Nabi bersama ‘Aisyah merupakan sumber keilmuan Islam. Tak kalah pentingnya juga untuk ditegaskan bahwa usia pernikahan itu sangan relatif dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu tempat ke tempat lain, dan dari satu waktu ke waktu lain. Sungguhpun demikian jika ini dikaitkan dengan ‘Aisyah, usia mudanya diimbangi dengan kedewasaannya sebagaimana sering dikatakan ia juga lebih dewasa dari umurnya karena faktor kepribadian dan keilmuan.
Mengkritisi riwayat tentang pernikahan tersebut, menariknya riwayat hanya berasal dari Hisyam bin Urwah sehingga hanya Hisyam sendirilah yang menceritakan usia ‘Aisyah saat dinikahi Nabi, tidak oleh Abu Hurairah atau Anas bin Malik. Hisyam pun baru meriwayatkan hadis ini pada saat di Irak ketika usianya memasuki 71 tahun. Tentang Hisyam, Ya’qub bin Syaibah mengatakan, “apa yang dituturkan Hisyam sangat terpercaya, kecuali yang diceritakannya saat ia menetap di Irak.” Syaibah menambahkan bahwa Anas bin Malik menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan ke penduduk Irak. Menurut para ahli, tatkala usia Hisyam sudah lanjut ingatannya sangat menurun.
Dengan demikian riwayat yang menyebutkan usia pernikahan ‘Aisyah yang bersumber dari Hisyam bin ‘Urwah patut dikritisi pula.
Hal lainnya, pernikahan ‘Aisyah terjadi pada periode Mekah. Masa tersebut merupakan masa turunnya ayat-ayat yang menuntunkan tentang aqidah dan akhlak, belum memasuki masa-masa tasyri’ yaitu, masa dirumuskannya hukum-hukum far’iyyah ‘amaliyyah. Dengan demikian seandainya peristiwa pernikahan ‘Aisyah dengan Nabi Muhammad ketika ‘Aisyah berusia 6 tahun dan mulai bergaul di usia 9 tahun itu adalah fakta, maka tidak dapat dijadikan landasan penetapan hukum perkawinan.
Bagaimana Usia Pernikahan ‘Aisyah dalam Perspektif Sejarah ?
Dalam perpektif sejarah, ath-Thabrani mengatakan bahwa keempat anak Abu Bakar dilahirkan pada zaman jahiliyyah, artinya, mereka termasuk ‘Aisyah, dilahirkan sebelum tahun 610 M. Berapa persisnya usia ‘Aisyah? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan memperhatikan usia Asma binti Abu Bakar kakak perempuan ‘Aisyah. Menurut Abdurahman bin Abi Zinad, Asma 10 tahun lebih tua dari ‘Aisyah. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, Asma hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah. Ini berarti bahwa saat hijrah terjadi, usia Asma sekitar 27 atau 28 tahun (100-73). Dengan demikian usia ‘Aisyah saat pertama kali satu rumah dengan Nabi adalah antara 17 atau 18 tahun.
Mencerna rumusan konsep Keluarga Sakinah tentang usia perkawninan, maka praktik pernikahan anak yang biasa dirujukan pada pernikahan ‘Aisyah patut ditinjau ulang, dan Islam tidak menganjutkan pernikahan anak-anak. Untuk itu, perlukan kesiapan pernikahan baik aspek biologis, spiritual, psikologis, sosial, maupun secara ekonomi.
Oleh : Dra. Siti ‘Aisyah, M.Ag
(Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah)