Keluarga Sakinah adalah bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama yang dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT, (Lihat Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, Yogyakarta : Penerbit Suara Muhammadiyah, 2016, hlm. 25). Dengan adanya rasa kesalingan antar anggota keluarga dalam menyayangi dan menghargai satu sama lain akan menimbulkan perasaan kesetaraan antar mereka sehingga dapat terbangun hubungan yang harmonis dalam suatu keluarga, walau anggotanya berbeda jenis kelamin dan usia. Rasa kesalingan juga dapat menimbulkan rasa suka berbagi dalam melaksanakan berbagai tugas dalam rumah tangga. Maka keberadaan rasa kesalingan dan kesetaraan dalam keluarga merupakan modal untuk menghadirkan kebahagiaan dalam suatu keluarga.
Membangun rasa kesetaraan dalam suatu keluarga tidaklah mudah karena secara struktur keluarga terdiri dari individu yang berbeda, baik secara jenis kelamin maupun secara usia. Sebagai modal utama untuk membangun adanya rasa kesetaraan adalah adanya kesadaran dan kefahaman pada penanggungjawab keluarga, yaitu suami isteri, tentang pentingnya rasa kesetaraan antar anggota keluarga serta faham bagaimana membangunnya. Untuk itu penanggungjawab keluarga perlu memahami landasan nilai yang benar tentang bagaimana membangun rasa kesetaraan dalam keluarga. Islam telah memberikan panduan tentang nilai-nilai dasar untuk digunakan dalam membangun rasa kesetaraan agar terbangun hubungan yang harmonis dalam keluarga.
Beberapa prinsip dasar tentang kesetaraan dalam keluarga yang perlu difahami antara lain adalah kesetaraan kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan di hadapan Allah, kesamaan dalam kefahaman keagamaan, kesamaan rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugas domestic yaitu tentang pengasuhan dan pendidikan anak, pekerjaan kerumah-tanggaan, dan tentang pemenuhan ekonomi keluarga, kesamaan pemahaman tentang hak-hak pengembangan diri baik melalui dunia pendidikan maupun dunia kerja, serta kesadaran prinsip musyawarah dalam keluarga.
Kesetaraan Kemanusiaan
Islam mengajarkan adanya kesetaraan kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan di hadapan Allah. Sebagai manusia keduanya memiliki kedudukan yang sama sebagai hamba Allah, sama-sama dimuliakan oleh Allah [ Q.s. Isra’ (17) : 70], mempunyai kewajiban yang sama dalam ibadah [ Q.s. adz-Dzariyat(51) : 56], mempunyai tanggungjawab yang sama sebagai khalifah di bumi [Q.s. Al-Baqarah (2) : 30], dan sama-sama mendapat pahala bila melakukan kebaikan [Q.s.An-Nahl (16) : 97], dan kelebihan yang satu dari yang lain adalah pada tingkat ketaqwaannya pada Allah [Q. s. Al-Hujurat (49) : 13], yang akan dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri di hadapan Allah SWT. [Q. s. Al-An’am (6) : 164]. Diciptakannya manusia laki-laki dan perempuan adalah agar mereka saling melengkapi dalam melaksanakan fungsi dan perannya baik di ranah domestic maupun public.
Dengan memperhatikan berbagai ayat Al-Quran di atas maka keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab untuk mengembangkan kesadaran kesataraan dan kemampuan dalam penerapannya dalam sikap dan perilaku bagi anggota keluarganya. Kesadaran tentang kesetaraan harus dimulai pada masing-masing suami dan isteri yang kemudian akan disosialisasikan pada anak-anak dan anggota keluarga yang lain. Disamping pemahaman secara verbal semenjak usia dini, sosialisasi tentang kesadaran dan berperilaku kesataraan pada anak dapat terlaksana melalui proses penyerapan pada sikap dan perilaku kedua orangtauanya serta anggota keluarga yang lain. Sebagai penguatan maka dalam prosesnya sosialisasi tentang kesetaraan perlu disampaikan juga tentang nilai-nialai agama dan budaya yang terkait.
Kasih Sayang sebagai Modal Membangun Kesetaraan
Rasa kasih sayang ( mawaddah wa rahmah ) antara suami isteri merupakan karunia Allah untuk membangun kehidupan keluarga yang tenteram dan harmonis [Q. s. Ar-Rum (30) :21], serta merupakan perekat hubungan antara kedua orangtua dengan anak-anaknya. Rasa kasih sayang juga merupakan modal untuk membangun kesetaraan antar anggota keluarga ketika dalam keluarga telah tumbuh rasa saling menyayangi. Seseorang yang memiliki rasa kasih sayang akan memberikan kesempatan orang yang disayangi untuk melakukan kebaikan bagi dirinya, dan melindunginya dari hal-hal bisa mengancamnya, demikian juga sebaliknya sehingga antar kedua belah pihak tumbuh ikatan saling mendukung. Dengan demikian akan muncul perasaan saling peduli antar kedua suami isteri dan terhindar dari perasaan yang yang satu lebih penting dan lebih dari yang lain.
Kesetaraan dalam Pemahaman keagamaan
Kesamaan dan kesetaraan dalam pandangan keagamaan bagi suami isteri merupakan bagian penting dalam suatu keluarga karena itu menyangkut dasar-dasar pandangan dan panduan hidup baik secara pribadi maupun dalam kehidupan berumah tangga. Bagi suami isteri disamping perlu memiliki kesamaan jenis agamanya, dalam hal ini adalah agama Islam, mereka juga perlu memiliki kesetaraan dalam tingkat pemahaman tentang ajaran agamanya. Pemahaman keagamaan merupakan produk pendidikan masing-masing individu, baik dari pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan, maupun dari lingkungan keluarga. Karena pandangan agama juga mengandung nilai-nilai yang terkait dengan aktifitas kehidupan sehari-hari maka perbedaan pandangan dan tingkat pemahaman khususnya pada suami isteri juga bisa menjadi factor munculnya ketidakserasian hubungan antar keduanya. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk memiliki kesamaan dan kesetaraan tingkat pandangan keagamaan antara suami dan isteri, anak-anak, dan anggota keluarga yang lain, melalui berbagai sarana.
Kesetaraan dalam Tanggung Jawab Tugas-Tugas Domestik
Tugas-tugas domestic, yaitu tugas menyapu, mencuci, memasak atau menyediakan makanan, dan mengasuh anak adalah tugas-tugas yang mestinya merupakan tanggung jawab bersama antara suami isteri dan anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu suatu keluarga perlu mengatur pembagian tugas secara bersama tentang penyelesaian tugas-tugas tersebut. Tidak ada perbedaan secara gender dalam kewajiban penyelesaikan tugas-tugas tersebut. Dalam agama juga tidak ada sumber yang menyatakan tentang adanya perbedaan tugas-tugas domestic tertentu bagi laki-laki maupun perempuan.
Dalam suatu hadis, Aisyah radhiallaahu ‘anha menyampaikan : “Beliau (Nabi SAW.) menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandanya sendiri, dan mengerjakan segala apa yang (layaknya) para suami lakukan didalam rumah” (H.R. Ahmad 23756).
Anak-anak yang sudah mampu semenjak kecil juga perlu dibiasakan mengerjakan tugas-tugas domestic itu agar terbentuk persepsi bahwa tugas-tugas domestic harus menjadi tanggungjawab bersama dari semua anggota keluarga. Bentuk persepsi tersebut akan menjadi modal bagi mereka ketika sudah dewasa dan berumah tangga.
Kesetaraan tetang Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi
Dalam Islam dengan berpanduan pada Al Quran surat Al-Baqarah (2) ayat 228 maka penanggungjawab nafkah keluarga adalah suami, itu berarti yang harus bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga adalah suami. Namun ketika hasil pendapatan suami tidak mencukupi maka isteri juga boleh bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagai imbangannya maka suami juga bisa membantu menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga.
Ketika kesempatan memperoleh pendidikan antara laki-laki dan perempuan sudah sama maka kesempatan kerja bagi laki-laki dan perempuan juga seimbang. Apalagi ketika dunia kerja sudah masuk dalam lingkup dunia digital, sehingga pelaksanaan tugas kerja dapat di rumah sebagai tempat tinggal. Sebagai imbangannya maka pihak suamipun juga harus bisa membantu menyelesaikan tugas-tugas domestic sebagaimana diutarakan di muka.
Kesetaraan dalam Kesempatan Pengembangan Diri
Pendidikan merupakan sarana pengembangan diri, baik untuk anak, remaja, dan orang dewasa, bahkan untuk warga senior (lansia). Untuk anak jelas itu merupakan tanggung jawab orangtuanya, baikuntuk anak laki-laki maupun perempuan sama saja, perlu diberi kesempatan mencapai tingkat pendidikan setinggi-tingginya. Disamping untuk pengembangan potensi diri pendidikan juga untuk membentuk persepsi diri dan kepribadian serta pedoman hidup, berdasar nilai-nilai agama yang dianutnya. Agama adalah sumber nilai yang utama bagi kehidupan manusia, oleh karena itu pemberian pendidikan Agama, sesuai dengan agama orangtuanya, sangat perlukan. Bagi seorang suami atau isteri, walaupun mungkin mereka sudah memiliki status selesai suatu jenjang pendidikan, kesempatan untuk pengembangan diri melalui studi lanjut perlu tetap mendapat kesempatan. Maka untuk itu suami atau isteri masing-masingnya perlu memberi kesempatan pasangannya. Seorang suami misalnya, tidak perlu berkecil hati bila isterinya memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi darinya.
Demikian juga dalam dunia karir, bila itu bisa menjadi sarana pengembangan diri maka usaha peningkatan karir juga perlu didukung oleh masing-masing pasangan suami isteri. Bagi seorang suami juga tidak perlu ada perasaan kecil hati bila seorang isteri memiliki karir yang lebih tinggi dari dirinya. Dengan adanya perasaan dan usaha saling mendukung maka usaha kegiatan peningkatan karir tidak akan mengganggu kesakinahan suatu keluarga. Panduan utamanya adalah bahwa karir yang ditempuhnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama yang diyakininya.
Prinsip Musyawarah dan Komunikasi Efektif sebagai Sarana Pemecahan Masalah
Dalam suatu keluarga, terutama antara pasangan suami isteri pasti pernah ada perbedaan pendapat tentang berbagai masalah yang dihadapi, kadang ringan sehingga mudah tercapai kesepakatan dan kadang berat sehingga tidak mudah untuk penyeselesaian bersama. Bila pasangan suami isteri sedang dalam kondisi berbeda pendapat bahkan sampai pada tingkat perdebatan yang susah untuk dipersamakan maka keduanya perlu bertemu dan berkonsultasi dengan pihak ketiga yang besifat netral untuk membantu mempertemukan pendapat mereka. Jalan yang perlu dipakai adalah dengan bermusyawarah, sebagai disebutkan dalam Al-Quran surat Ali Imran (3) ayat 159. Dengan bermusyawarah maka masing-masing pihak bisa berfikir ulang tentang perbedaan pendapat itu dan berusaha menemukan jalan keluar yang memuaskan masing-masing pihak.
Dalam bermusyawarah juga harus berusaha menggunakan pendekatan berkomunikasi secara efektif agar permasalahan yang disampaikan dapat diterima dengan jelas oleh lawan bicaranya, yaitu dengan cara bersikap rendah hati dan hormat kepada lawan bicara, dan rasa empathy atau sayang terhadapnya karena toh dia pasangan hidupnya, serta menggunakan kata-kata yang jelas dan enak didengar. Dengan pendekatan itu diharapkan perbedaan pendapat bisa diminimalisir dan diketemukan jalan keluarnya. Dalam proses bermusyawarah maka pihak ketiga berperan penting sebagai pengendalinya atau moderatornya.
Penutup
Keluarga Sakinah merupakan dambaan setiap pasangan suami isteri, namun perjalanan hidup memang penuh tantangan yang kadang terasa berat untuk diselesaikan sendiri oleh pasangan tersebut. Oleh karena itu perlu ada panduan sebagai referensi bagi suatu pasangan suami isteri untuk menjadi panduan dalam menjalani tantangan hidup yang tidak mudah. Panduan itu bisa berupa tulisan tentang strategi membina keluarga atau tentang pengalaman seseorang yang telah sukses dalam melewati hidup berkeluarga yang berliku. Panduan tentang nilai-nilai agama yang terkait dengan hidup berkeluarga juga diperlukan.
Yogyakarta, 23 Maret 2023
Dra. Susilaningsih Kuntowijoyo, M.A.