Hurotin : Jangan Kasih Pilihan Anak Untuk Menikah
“Untuk orang tua yang anaknya masih ingin sekali untuk sekolah mudah-mudahan bisa mendukung anaknya, minimal tidak menikahkan di usia muda.” Hal tersebut disampaikan oleh Hurotin Aini, kader Inklusi ‘Aisyiyah dari Desa Blado Kulon, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Tengah.
Cerita tentang perkawinan usia anak seakan tidak ada habisnya bagi warga di Desa Blado Kulon. Menurut Hurotin banyak orang tua memilih untuk menikahkan anaknya dengan berbagai alasan. Korban dari perkawinan anak ini disebut Hurotin paling banyak adalah anak perempuan yang usia MTS/SMP.
“Kadang dari anaknya yang minta, juga orang sini timbang anak mereka jalan tidak ada hubungan terpaksa di nikahkan karena di sini ke PA itu terbilang mudah untuk mendapatkan dispensasi nikah,” terang Hurotin.
Edukasi tentang pentingnya mencegah perkawinan anak ini disebut Hurotin menjadi materi yang diberikan di pertemuan Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) dampingan Inklusi ‘Aisyiyah Probolinggo. Hurotin sendiri mengaku dirinya adalah salah seorang yang menjalani perkawinan di usia anak tersebut. Pada tahun 2004 ia menikah, bahkan pada saat itu usianya dituakan untuk mempermudah prosesnya. Sehingga ia menikah di usia kurang dari 15 tahun.
Kini Hurotin mengaku mendorong anaknya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Walaupun menurutnya banyak orang yang melamar putrinya bahkan sejak sang buah hati bersekolah di pondok.
“Namanya juga di desa, mulai mondok itu sudah banyak yang melamar anak saya, kalau bapaknya terserah anaknya, kalau saya inginnya sekiranya anak saya pendidikannya lebih di atas saya. Karena menurut saya pendidikan adalah kebutuhan, biar anak saya tidak tertinggal,” tegas Hurotin.
“Saya tidak ingin pengalaman saya dulu dialami putri saya,” ujar Hurotin. Ia mengenang bagaimana sulitnya membina rumah tangga saat usianya masih anak-anak. “Saya kan juga nikah muda langsung punya anak, kadang dulu kalau anak saya nangis, tak tinggal itu mbak, kadang lihat teman sebaya masih main itu pengen juga,” kisahnya.
Sebagai seorang kader, Hurotin bersama Inklusi ‘Aisyiyah juga berupaya mendorong adanya perdes pencegahan perkawinan anak di desanya. “Meskipun tidak bisa melanjutkan sekolah asalkan mereka itu tidak dikasih pilihan untuk menjalani keluarga sendiri. Kasian karena kan mentalnya belum siap,” ucapnya.