‘Aisyiyah Pelopor Kesetaraaan Gender Sejak Awal Berdirinya
YOGYAKARTA – ‘Aisyiyah telah menjadi pelopor dalam memperjuangkan kesetaraan gender sejak tahun 1928, jauh sebelum konsep GEDSI diperkenalkan dalam ranah kebijakan publik. Hal tersebut disampaikan oleh Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas RI, dalam kegiatan Jambore Kader Qaryah Thayyibah ‘Aisyiyah pada Sabtu (9/11/24) di Masjid Walidah Dahlan UNISA Yogyakarta. “Perjuangan ‘Aisyiyah untuk kesetaraan bukan hal baru, melainkan cerminan visi progresif yang relevan dengan tuntutan masa kini,” ucap Amich.
Amich juga menyoroti tantangan sosial budaya yang kerap menghambat partisipasi perempuan dalam sektor formal, terutama di pasar tenaga kerja, di mana angka partisipasi perempuan masih di kisaran 56%. “Dalam agenda Indonesia Emas, kita harus memastikan hambatan sosial budaya ini dapat dikurangi, agar potensi perempuan Indonesia dapat lebih optimal terwujud,” paparnya.
Dalam kegiatan yang bertemakan “Kepemimpinan Perempuan Berperspektif GEDSI untuk Perubahan Berkelanjutan di Komunitas” ini, Amich Alhumami juga mengapresiasi kontribusi nyata Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dalam membangun kapasitas komunitas melalui pendekatan dakwah bil hal dan program pemberdayaan masyarakat, yang melibatkan kegiatan ekonomi produktif dan pelayanan pendidikan serta kesehatan yang inklusif.
Amich mendorong kader-kader Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah untuk terus menjadi garda terdepan dalam inovasi sosial dan program-program pemberdayaan, guna mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah menyoroti kepemimpinan yang inklusif untuk mendukung kesetaraan bagi semua. Menurutnya, kepemimpinan yang inklusif ialah kepemimpinan yang menyadari bahwa setiap individu apapun latar belakang nya berhak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi.
“Kepemimpinan yang inklusif berarti menyediakan ruang bagi Perempuan dengan disabilitas untuk berbicara, untuk terlibat dan juga untuk mejadi agen perubahan tanpa rasa takut akan stigma maupun diskriminasi.
Salmah juga mengatakan bahwa pentingnya kepemimpinan perempuan dalam konteks gender dan inklusi tidak dapat dipandang sebelah mata meski tantangan yang dihadapi sangat besar potensi untuk menciptakan perubahan positif melalui kebijakan inklusif dan pemberdayaan perempuan salah satunya yaitu Perempuan disabilitas sangatlah besar. Oleh karena itu ‘Aisyiyah mendorong perempuan untuk mengambil peran kepemimpinan lebih luas lagi, baik di sektor publik maupun swasta dan ini merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Acara yang berlangsung selama dua hari hingga Ahad, 10 November ini kemudian dilanjutkan dengan Deklarasi Pilkada Inklusif, sesi Talkshow GEDSI dalam Perspektif Islam, dan sharing praktik baik dari kader-kader ‘Aisyiyah. *Media ‘Aisyiyah